Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengeluhkan sikap Panitia Pengawas (Panwas) di tingkat bawah. Siti Sarwendah, dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) misalnya, mengatakan bahwa pemahaman Panwas di daerah saling berbeda. Sebagai contoh, mengenai alat peraga kampanye (APK), ada Panwas yang memperbolehkan pendukung seorang calon anggota legislatif (caleg) memasang banner di halaman sang pendukung, namun ada pula Panwas yang melarang. Perbedaan pandangan juga terjadi mengenai boleh tidaknya bahan kampanye diluar jenis-jenis yang diatur di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Kampanye Pemilihan Umum 2019.
“Ada konstituen yang memang ingin mencetak banner sendiri, dipasang di halaman rumahnya. Nah, itu, di wilayah satu boleh, tapi yang di wilayah lain disuruh turunin. Jenis APK juga. Ada yang boleh pakai gantungan kunci, ada yang tidak boleh. Jadi, ketidak sinkronan pemahaman Panwas ini membuat kita caleg bingung,” keluh Sarwendah pada rapat dengar pendapat di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan (9/1).
Keluhan lain disampaikan oleh anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Endro Suswantoro Yahman. Endro mengadu kepada Ketua Bawaslu, Abhan, yang juga hadir pada RDP, bahwa dirinya pernah dimintai uang transportasi oleh Panwas yang hadir pada kegiatan sosialisasi yang diadakan olehnya.
“Saya reses ke Tanggamus, di Kecamatan Bandar Negeri Semuong, ada Panwas berani-beraninya ngomong minta uang transport. Saya sudah bilang, saya anggota DPR, lagi reses, tapi berani-beraninya bilang minta uang transport pas mau pulang,” kata Endro.
Endro meminta agar Bawaslu RI melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis (bimtek) secara memadai kepada seluurh Panwas di tingkat bawah. Keadilan bagi peserta pemilu perlu ditunjang oleh Panwas yang berpemahaman yang baik dan sama.
Pada forum ini, Agus Makmur Santoso, anggota Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), juga menyindir anggota Bawaslu RI yang sering memberikan sosialisasi di luar negeri. Agus menilai seharusnya sosialisasi difokuskan ke dalam negeri dan negara dengan jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang banyak.
“Panwas ini, kan kita minta agar mereka disosialisasi secara serius. Harusnya yang disosialisasi itu yang di Malaysia, Arab, yang banyak WNInya, bukan di Jerman. Jerman itu sedikit. Kalau Bapak konsen sosialisasi di luar negeri, saya khawatir (Panwas) makin parah di daerah-daerah,” ujar Agus.