Maret 29, 2024
iden

Anggota Komisi II DPR RI Marahi KPU Terkait Larangan Mantan Napi Korupsi di PKPU

Pada rapat konsultasi rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, anggota Komisi II ramai menegur KPU yang mengatur norma larangan bagi mantan narapidana korupsi untuk dicalonkan sebagai anggota legislatif. Salah satunya Rufinus Hutauruk dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Menurut Rufinus, PKPU No.20/2018 telah menganiaya hak politik seorang warga negara yang telah menjalani hukuman dari pengadilan.

“Ada korban di sini, Pak. Seorang mantan napi korupsi yang sudah menjalani hukuman dua tahun di Sukamiskin. Terrnyata, kemudian pengadilan dalam amar putusannya menyatakan dia tidak bersalah. Tapi lalu, dia tidak bisa mengajukan diri menjadi anggota DPR. Ini sahabat baik saya, Patrice Rio Capella,” tandas Rufinus pada rapat konsultasi (28/8).

Ungkapan lebih kasar dilontarkan oleh Lobert Kristo Ibo, anggota Fraksi Partai Demokrat. Lobert menyebut KPU telah melanggar hak asasi manusia (HAM) dan telah mengangkangi DPR yang telah memilih anggota KPU melalui uji kelayakan dan kepatutan.

“Ini melanggar HAMini. Kalian buat supaya dipikir masyarakat kalian berwibawa apa? Bilang katanya mandiri, sementara kalian ke sini minta APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara),” tegas Lobert.

Menanggapi kemarahan beberapa anggota Komisi II, anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi angkat bicara. PKPU No.20/2018 yang telah direvisi telah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dan aturan berjalan secara efektif.

“Soal larangan itu, sudah kita tindaklanjuti dengan merevisi PKPU dan sudah diundangkan oleh Kemenkumham. Itu sudah efektif berjalan. Jadi, kami tidak ada menunda putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang hak politik mantan narapidana korupsi,” ujar Pramono.

Salah satu pimpinan Komisi II, yakni Nihayatul Wafiroh dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meminta KPU untuk mengirimkan setiap PKPU yang telah diundangkan. Nihayatul nampaknya kesal dengan tak adanya pengiriman dokumen PKPU final pasca dikonsultasikan kepada DPR.

“Kami tidak pernah mendapatkan salinan PKPU-nya. Dari dulu, PKPU kita hanya dapat draft-nya saja, tapi yang sudah ditetapkan kita tidak pernah dapat,” ucap Nihayatul.пшенная каша в кастрюлетестирование вебсайта