Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) merevisi Peraturan KPU (PKPU) No.11/2017 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu. KPU semestinya mengacu pada makna verifikasi di Undang-Undang (UU) Pemilu dan tak membagi verifikasi menjadi penelitian administrasi dan verifikasi faktual.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU RI, Arief Budiman, menjelaskan definisi dan perbedaan penelitian administrasi dan verifikasi faktual di PKPU No.11/2017. Penelitian administrasi adalah penelitian terhadap kelengkapan dan keabsahan dokumen sebagai pemenuhan syarat partai menjadi peserta pemilu. Sedangkan verifikasi faktual adalah penelitian dan pencocokan terhadap kebenaran objek di lapangan dengan dokumen persyaratan.
“Jadi, kalau penelitian administrasi itu menekankan pada lengkap atau tidak lengkapnya persyaratan, verifikasi faktual untuk memastikan bahwa dokumen yang diberikan kepada kita secara faktual memang ada dan sesuai,” jelas Arief pada rapat kerja di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan (16/1).
Kemudian, Arief mengatakan bahwa verifikasi faktual tak hanya diberlakukan pada Pemilihan Legislatif (Pileg), melainkan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Verifikasi faktual diperlukan untuk memastikan peserta pemilu merupakan peserta yang benar-benar memenuhi kualifikasi, absah, dan faktual.
“Dari dulu kami berlakukan verifikasi faktual. Ini untuk menjamin kualitas peserta pemilu. Jadi, kalau dianggap bertentangan dengan UU No.7/2017, kenapa bertentangan? Dalam pandangan kami, persyaratan menjadi peserta pemilu itu harus mampu dibuktikan kebenarannya,” tandas Arief.
Kepastian soal aturan verifikasi di PKPU akan diputuskan pada rapat pleno perumusan revisi PKPU No.11/2017. Rapat pleno dijadwalkan pada Kamis, 18 Januari 2018.