August 8, 2024

Audiensi Perludem-AMAN, KPU Mesti Akomodasi Pemilih Adat

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melakukan audiensi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait hasil temuan penelitian lapangan di komunitas masyarakat adat di Sumatera Utara dan Kalimantan Timur. Perludem diterima oleh Ketua KPU RI, Arief Budiman, dan anggota KPU RI divisi data, Viryan.

Hasil penelitian

Penelitian dilakukan terhadap Komunitas Rakyat Penunggu yang tersebar di sebelas kecamatan di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan, empat komunitas di dalam kawasan hutan negara di Kabupaten Tapanuli, Sidikalang, dan Toba Samosir, serta Komunitas Jumetn Tuaayatn Dayak Benuaq dan Komunitas Ohokng Sangokng di Kutai Barat. Masyarakat adat di Kutai Barat tinggal di wilayah lahan konflik dengan perusahaan sawit, pengelolaan hasil hutan, dan batu bara.

Komunitas Ohokng Sangokng di Kampung Mauara Tae misalnya, menghadapi konflik dengan PT Borneo Surya Mining Jaya dan PT Munte Waniq Jaya Perkasa. Dari 11 hektar wilayah adat mereka, kini hanya tersisa 4 ribu hektar.

Dalam kaitannya dengan pemilu, hak pilih masyarakat adat terancam karena diwajibkannya kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik yang pelayanan pembuatannya disesuaikan dengan daerah domisili. Masyarakat adat yang tinggal di wilayah lahan konflik tak terjamah layanan administrasi kependudukan, sebab pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tak mengakui wilayah konflik sebagai wilayah administrasi. Masyarakat adat mesti meninggalkan kampung dan menetap di suatu wilayah administrasi untuk memperoleh KTP elektronik, dan sebagai konsekuensinya lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) jauh dari tempat bermukim.

147 warga Komunitas Adat Rakyat Penunggu di Kampung Menteng, Desa Amplas, Sumatera Utara, tak tercatat sebagai pemilih.

“Karena wilayah domisili mereka tidak diakui oleh Pemerintah, makanya seperti masyarakat adat di Deli Serdang, pergi ke wilayah administrasi terdekat untuk mendapatkan KTP elektronik. Banyak yang mengontrak sementara di Kota Medan ,” kata Peneliti Perludem, Usep Hasan Sadikin, saat audiensi di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat (13/11).

Perludem dan AMAN juga menyampaikan temuan dimana 120 pekerja berusia berhak pilih asal Nias di Desa Simarai dan Desa Parsuburan Barat,  Sumatera Utara, berpotensi tak bisa menggunakan hak pilih karena lokasi antara Nias dengan kedua desa sangat jauh. Pekerja ingin mengurus surat pindah domisili, namun terkendala administrasi.

Selain itu, data Perludem dan AMAN menunjukkan masih adanya data yang kurang valid di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur. 38 data ganda, 5 telah pindah domisili, dan 10 meninggal.

“Temuan kami masih ada sedikit masalah mengenai DPT. Waktu kami lakukan verifikasi data individu masyarakat adat, ternyata ada yang udah pindah, gak ada orangnya atau data ganda, dan sudah meninggal. Makanya kami ke sini meminta agar KPU membersihkan data-data temuan kami,” ujar Peneliti Perludem, Mahhardhika.

KPU menindaklanjuti

Setelah mendengarkan paparan hasil penelitian dan temuan oleh Perludem dan AMAN, Viryan segera menelpon KPU Daerah (KPUD) di Kutai Barat yang untuk menindaklanjuti data yang diserahkan kepada KPU RI. Dari percakapan yang diperdengarkan kepada peserta audiensi, data ganda, pindah domisili, dan orang meninggal telah dibersihkan.

“Udah dibersihkan tuh ya. Kita sama-sama dengar. Jadi, Kalimantan Timur sudah clear. Kami terbuka sekali dengan masukan data teman-teman, karena dibalik data ini ada effort, partisipasi aktif teman-teman,” ucap Viryan.

Terhadap masyarakat adat berhak pilih yang belum memiliki KTP elektronik dan tidak terdaftar di DPT, KPU telah meminta KPUD untuk berkomunikasi dengan AMAN daerah atau mengunjungi komunitas masyarakat adat yang bersangkutan guna mengakomodasi hak pilih.

“Kalau ada data yang tidak sesuai, coba koordinasi dengan AMAN, dan masukkan di rekap provinsi,” kata Viryan kepada anggota KPUD.

Viryan menerangkan bahwa pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik atau belum dipastikan memiliki elektronik akan dimasukkan ke dalam formulir pemilih AC. Pada prinsipnya, selama pemilih benar ada tetapi belum memiliki KTP elektronik atau Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) tidak mengeluarkan Surat Keterangan, hak pilih tak boleh tak terpenuhi hanya karena masalah administrasi.

Gak bolehlah karena administrasi jadi orang gak bisa milih. Itu melanggar putusan Mahkamah Konstitusi. Kami juga concern terhadap warga miskin kota. Banyak yang gak punya KTP elektronik. Mudah-mudahan mereka bisa tersaring di form AC. Disabilitas mental juga. Karena ada rekom Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), maka kita tindak lanjuti,” tutup Viryan.

Saat audiensi, Viryan sempat mengutarakan kekecewaan kepada Disdukcapil yang menyembunyikan data penduduk semester pertama tahun 2018. Di Undang-Undang No.7/2017, Pemerintah wajib memberikan data kependudukan tiap enam bulan sekali kepada KPU guna pendataan pemilih berkelanjutan.