JAKARTA, KOMPAS — Hanya sehari menjelang penetapan calon kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum Nusa Tenggara Timur, Bupati Ngada Marianus Sae dan seorang lainnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dalam operasi tangkap tangan di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/2) siang. Marianus, yang merupakan bakal calon gubernur NTT dalam Pemilihan Kepala Daerah 2018 itu, langsung dibawa ke Gedung KPK, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan selama 24 jam ke depan.
Penyidik KPK juga menangkap seorang lainnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan dibawa ke Jakarta. Mereka ditangkap atas dugaan menerima suap berkait proyek di Kabupaten Ngada.
”Kami sedang dalami keterkaitannya (dengan pilkada). Dalam waktu 24 jam, informasi yang sudah didapatkan akan diklarifikasi lebih lanjut,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Minggu (11/2).
Marianus menjadi bakal calon gubernur NTT dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dia berpasangan dengan Ketua DPC PDI-P Timor Tengah Selatan Emilia Nomleni.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, suap berjumlah miliaran yang dialirkan melalui perbankan ini diterimanya sejak akhir tahun 2017. Uang yang diperoleh Marianus diduga merupakan imbalan untuk proyek di Ngada. Seorang pengusaha juga ikut ditangkap KPK. Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK, Marianus memiliki harta senilai Rp 33,4 miliar yang menjadikannya bakal calon gubernur NTT terkaya kedua setelah Victor Laiskodat (Rp 57,2 miliar).
Kabar penangkapan Marianus oleh KPK pun mulai beredar di NTT. Tokoh masyarakat Ngada, Vian Watu, mengatakan, Marianus, ketua DPRD Ngada, dan Gubernur NTT Frans Lebu Raya, diundang keluarga diaspora Ngada di Jakarta untuk ikut pesta adat Reba di Taman Mini Indonesia Indah.
”Tiba-tiba kami dengar informasi Marianus terkena OTT KPK, tetapi semua ini masih belum jelas,” kata Watu.
Ketua DPW PKB NTT Yucundus Lepa, yang dihubungi melalui telepon di Kupang, mengaku belum bisa memastikan kabar OTT KPK terhadap Marianus. Dari informasi yang beredar, OTT KPK terjadi di NTT, Minggu sekitar pukul 10.00 Waktu Indonesia Tengah (Wita). Kabar ini membuat pendukung Marianus cemas karena KPUD NTT akan menetapkan calon kepala daerah pada Senin (12/2). ”Kami coba melakukan pendekatan dengan KPUD, apakah masa waktu penetapan masih bisa diperpanjang atau tidak,” ujar Lepa.
Tim sukses Marianus dan Emilia pun sedang menunggu kepastian. ”Kami berharap ini salah tangkap. Namun, kalau terbukti benar, ini menjadi masalah bagi kami,” ujar Lepa.
Juru bicara tim Marianus Sae-Emilia Nomleni, Cris Pareira, mengatakan, Marianus sedang berada di Jakarta. Ia baru saja menghubunginya untuk menjemput Marianus di Bandara El Tari, Kupang, Minggu pukul 22.00 Wita.
Pada Sabtu (3/2), KPK juga melakukan OTT terhadap Bupati Jombang, Jawa Timur, Nyono Suharli Wihandoko. Nyono, melalui pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Jombang Inna Silestyowati, memotong dana kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan 34 puskesmas di Jombang untuk kebutuhan pilkada.
Rekam jejak
Berkait hal ini, masyarakat harus memahami benar rekam jejak pasangan calon kepala daerah yang akan dipilih pada 27 Juni mendatang. ”Bagi masyarakat yang tahu salah satu calon menjadi tersangka seharusnya hal demikian menjadi pertimbangan (pemilih) untuk memilih dia,” kata Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Topo Santoso.
Pakar kepemiluan, Hadar N Gumay, mengatakan, meski aturan memungkinkan calon kepala daerah berstatus tersangka, hal ini tetap tidak baik untuk demokrasi Indonesia.
”Bayangkan jika yang bersangkutan terpilih dan terbukti salah. Berarti masyarakat dilibatkan dalam proses pemilihan di mana calon ini punya potensi masalah yang sangat besar,” kata Hadar. (ian/kor/mhd)
https://kompas.id/baca/polhuk/2018/02/12/bakal-calon-gubernur-ntt-ditangkap-kpk-2/