Pengaturan batas waktu tahapan pemilu yang terlalu rinci di dalam Undang-undang (UU) dinilai oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyulitkan penyelenggara pemilu. KPU meminta agar UU hanya mengatur tahapan pemilu secara garis besar, dan menyerahkan kewenangan penentuan batas waktu tahapan pemilu kepada KPU.
“Kalau penyelenggara pemilu yang menentukan batas waktu setiap tahapan, akan lebih efisien. Bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang berjalan. Tidak ada tahap yang terlalu lama dan tidak ada yang terlalu sebentar,” jelas Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, pada acara “Konsolidasi Masyarakat Sipil Kawal RUU Pemilu” di Kuningan, Jakarta Selatan (22/12).
Hadar menyebutkan salah satu kekeliruan tahapan pemilu yang terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2017. Pakem tahapan kampanye yang dilaksanakan tiga hari setelah penatapan peserta pilkada menyebabkan masa kampanye terlalu panjang. Hal tersebut menyebabkan situasi kampanye menjadi tidak kondusif.
UU yang dimaksud oleh Hadar yakni UU No. 1 Tahun 2015. Di UU tersebut, tertera pengaturan batas waktu dari tahapan-tahapan pemilu yang harus dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu.
“Pengalaman kami, batasan waktu yang rinci ini sering tidak sesuai kebutuhannya. Apalagi ada perbedaan waktu di Indonesia. Biar KPU saja yang menentukan kapan tahap per tahap itu diselesaikan,” tukas Hadar.