August 9, 2024

Batu Sandung Perempuan Cakada di Pilkada 2018

Perjuangan perempuan dalam memenangkan simpati rakyat dan memimpin daerah sebagai kepala lembaga eksekutif layaknya menyusuri jalan terjal. Perempuan mengalami hambatan sejak sebelum pencalonan.

Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), Lena Maryana Mukti, menyebutkan sedikitnya ada tiga batu sandung bagi perempuan calon kepala daerah (cakada). Pertama,  mahar politik. Tak banyak perempuan yang memiliki uang banyak untuk mencalonkan diri. Akibatnya, perempuan urung mencalonkan karena isi kantong tak tebal.

Kedua, Pilkada 2018 kental rasa Pemilu 2019. Partai politik mencalonkan kepala daerah yang berkontribusi bagi kerja-kerja pemenangan. Perempuan yang dicalonkan oleh partai hanyalah perempuan yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi.

“Jadi, partai mencalonkan bukan karena partai peduli pada afirmasi perempuan, melainkan karena fokus pada menang dan menang. Jadi, mau perempuan atau laki-laki, yang penting punya potensi untuk menang,” tandas Lena pada diskusi “Potret Perempuan Calon Kepala Daerah di Pilkada 2018” di Media Center Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Menteng, Jakarta Pusat (21/2).

Ketiga, memburuknya citra perempuan kepala daerah akibat banyaknya kasus perempuan kepala daerah yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  dalam operasi tangkap tangan (OTT). Publik dikhawatirkan enggan memilih.

“Apa boleh buat,  ada pengadilan dari publik. Perempuan yang melakukan korupsi atau  terjaring OTT itu menghambat gerakan perempuan,” tukas Lena.

MPI berupaya mendorong  lebih banyak perempuan kepala daerah dan perempuan calon anggota legislatif yang berkualitas dan berintegritas. Lena tak menyangsikan rekrutmen kader partai kepada perempuan yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat publik atau kepala daerah, asalkan, kata Lena, melalui kaderisasi partai dan tak “ujug-ujug” mencalonkan diri.

“Kami tidak memerangi itu (hubungan kekerabatan) asal diikuti oleh kualifikasi-kualifikasi. Misal, pencalonan kepala daerah itu gak boleh langsung kerabat bisa mencalonkan diri. Jangan sampai hanya mereka maju karena anak seseorang yang sedang menjabat, padahal bukan kader partai atau bukan tokoh masyarakat yang punya basis kuat,” tutup Lena.