November 15, 2024
Ilustrasi Rumahpemilu.org/ Haura Ihsani

Bawaslu: Pemilu 2024, Pertama Kali PSU di Satu Provinsi

Norma keterwakilan perempuan minimal 30 persen di setiap daerah pemilihan (dapil) yang diatur berbeda dari Pasal 8 Undang-Undang No.7 tentang Pemilu berujung pada pemungutan suara ulang (PSU) di Dapil 6 Gorontalo. PSU diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan No.125-01-08-29/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PSU di seluruh provinsi merupakan yang pertama kali terjadi dalam pemilu Indonesia.

“Ini baru pertama kali ada PSU dalam satu provinsi. Biasanya satu kabupaten iya, tapi di satu provinsi, baru kali ini. Nah peirntah ini kan terjadi karena ada satu orang mempersoalkan ini di Gorontalo. Kalau banyak perempuan mengajukan itu, ini akan jadi pemilu dengan PSU paling banyak dalam sejarah,” tutur Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, pada diskusi “Distorsi Keterwakilan Perempuan & Meningkatnya Kekerasan Terhadap Perempuan oleh Penyelenggara Pemilu” (1/7).

Berdasarkan catatan Bawaslu dan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan, hanya satu dari 18 partai politik peserta pemilu yang memenuhi kewajiban minimal 30 persen perempuan di setiap dapil di Pemilu 2024, yakni PKS. Koalisi bahkan menemukan fakta 266 Daftar Calon Tetap (DCT) yang tidak memenuhi syarat tersebut.

“Memang dalam putusan ini, MK menegaskan agar KPU (Komisi Pemilihan Umum) mewajibkan pemenuhan keterwakilan perempuan minimal 30 persen di setiap dapil DPR dan DPRD. Kalau di 266 dapil itu ada yang menggugat, bukan tidak mungkin terjadi PSU di 260 dapil,” tukas perwakilan Koalisi, Wahidah Syuaib, pada diskusi yang sama.

Sebelum adanya Putusan MK No.125-01-08-29/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan telah menempuh berbagai jalur hukum untuk menggugat Peraturan KPU (PKPU) No.10/2023 Tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang mengatur berbeda dengan UU Pemilu terkait pasal keterwakilan perempuan. Koalisi menggugat ke Mahkamah Agung (MA), dan Putusan MA No.24 P/HUM/2023 mengabulkan. Sayangnya, putusan MA tidak dilaksanakan KPU.

Koalisi juga telah melaporkan ketua dan anggota KPU kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Melalui Putusan DKPP No.110-PKE-DKPP/IX/2023, DKPP memerintahkan KPU untuk mengubah norma keterwakilan perempuan di dalam PKPU No.10/2023. Akan tetapi, KPU juga tidak menindaklanjuti.

Koalisi kemudian melaporkan KPU kepada Bawaslu atas pelanggaran administratif. Bawaslu memutuskan KPU melakukan pelanggaran administratif karena tidak melaksanakan Pasal 8 UU Pemilu, dan memerintahkan KPU melakukan perbaikan administrasi. Perbaikan tersebut tidak pernah diupayakan.