JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu berkomitmen memperketat pengawasan politik uang menjelang penyelenggaraan pemilu serentak pada 17 April 2019. Patroli pengawasan politik uang pun akan digelar memasuki masa tenang sejak 14 April 2019 hingga pencoblosan berlangsung.
Bawaslu mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terlibat dalam patroli pengawasan yang hendak diresmikan pada Jumat (12/4/2019) sehingga diharapkan penanganan politik uang itu lebih efektif.
Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan hal itu setelah bertemu pimpinan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/4/2019).
”Harapan kami, pimpinan KPK ada yang datang saat apel patroli pengawasan besok. Apalagi, ada beberapa hal nanti yang bisa dilakukan bersama perangkat KPK. Ini dilakukan dalam rangka untuk menghadapi masa tenang, termasuk fokus pengawasan kami terhadap persoalan politik uang,” ujar Abhan.
Dua pekan lalu, KPK menangkap anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso, yang mencalonkan diri kembali pada Pemilihan Legislatif 2019. KPK mendapati uang berjumlah Rp 8 miliar yang direncanakan dibagikan kepada calon pemilih pada 17 April nanti.
Terkait dengan penangkapan itu, Bawaslu kembali mengingatkan pentingnya sinergi antara lembaganya dan KPK. Pasalnya, kewenangan KPK terbatas pada pemberantasan tindak pidana korupsi, sedangkan tindak pidana pemilu—termasuk politik uang—menjadi kewenangan Bawaslu.
”Kami siap bersinergi. Informasi apa pun nantinya yang diberikan KPK akan kami tindak lanjuti,” kata Abhan.
Hingga kini, setidaknya 25 kasus politik uang ditangani Bawaslu. Dari 25 kasus itu, sebanyak 22 perkara telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Pelaku politik uang dijatuhi sanksi administrasi berupa diskualifikasi dari pencalonan sebagai anggota legislatif. Bawaslu saat ini masih menangani tiga perkara lainnya.
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyambut baik sinergi dengan Bawaslu. Ia menyampaikan, praktik politik uang pada kontestasi politik akan berdampak pada tindakan korupsi saat yang bersangkutan menjabat. Dalam kasus Bowo, misalnya, uang diperoleh dari suap yang berasal dari pihak swasta.
Tim pemantau Kementerian Dalam Negeri membentuk tim pemantauan, pelaporan, dan pengevaluasian Pemilu 2019. Tim yang terdiri atas 210 orang itu tersebar di semua provinsi. Salah satu tugas mereka adalah mengawasi praktik politik uang menjelang dan saat waktu pemungutan suara.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, setelah memberikan pembekalan kepada tim pemantau pemilu di kantor Kemendagri, kemarin, menyampaikan, dalam menjalankan tugasnya, tim pemantau akan bekerja sama dengan Kepolisian Negara RI, TNI, serta Bawaslu dan KPU untuk memastikan kelancaran dan kesuksesan pemilu.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Soedarmo mengatakan, tim pemantau terdiri atas empat orang yang berasal dari lintas komponen di kalangan internal Kemendagri. Tim diberangkatkan pada 15 April dan selesai bertugas pada hari penghitungan suara.
Tjahjo menjelaskan, salah satu hal yang perlu diwaspadai saat proses pemilu adalah praktik politik uang atau serangan fajar saat hari pemungutan suara. Tim akan mengawasi potensi terjadinya politik uang serta mengintensifkan sistem keamanan lingkungan (siskamling) sampai ke tingkat RT/RW di desa atau kelurahan. Selain itu, kata Tjahjo, tim juga akan fokus memantau daerah dengan tingkat kerawanan pemilu yang tinggi, seperti Papua. (RIANA A IBRAHIM DAN PRADIPTA PANDU MUSTIKA)
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 12 April 2019 di halaman 4 dengan judul “Politik Uang Diawasi Ketat” https://kompas.id/baca/polhuk/2019/04/12/bawaslu-perketat-pengawasan-politik-uang/