August 9, 2024

Beda Fokus Pemantauan Lima Lembaga Pemantau Pemilu 2019, Kuatkan Strategi Pemantauan

Lima lembaga yang telah mendapatkan sertifikat akreditasi pemantau Pemilu 2019, yakni Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Pemilih (JPPR), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pijar Keadilan, Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), mengarahkan pemantauan kepada tahapan spesifik. LAKI misalnya, fokus pada tahap pendaftaran calon anggota legislatif (caleg).

“Hanya sedikit yang fokus ke pendaftaran caleg. Padahal, banyak laporan dugaan bahwa bakal calon memberikan berkas persyaratan palsu. Misalnya, ijazah dan surat keterangan tidak pernah terpidana dari pengadilan,” jelas Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LAKI, Burhanuddin Abdullah, pada acara konferensi pers di Media Centre Bawaslu RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (11/7).

Berbeda dari LAKI, GMKI memfokuskan pemantauan pada lima hal. Satu, pemenuhan hak pilih pemilih berkebutuhan khusus, yakni disabilitas serta pemilih di daerah pedalaman dan perbatasan. Dua, distribusi undangan pemilu atau formulir C6. Tiga, politik uang. Empat, politisasi suku agama, ras, dan antargolongan (SARA). Lima, penyalahgunaan wewenang penyelenggara pemilu dan aparat sipil.

“Di 2014, masih ada di daerah pedalaman dan perbatasan, pemilih yang tidak dapat hak pilihnya. Di Pilkada 2018, memang sudah dapat hak pilih, tapi tidak mendapat perlakuan khusus. Nah, hal ini perlu dijadikan sorotan,” ujar  Ketua Umum GMKI, Sahat Martin Philip Sinurat.

Sahat berharap, dari sembilan ribu anggota GMKI, banyak yang tergerak untuk menjadi pemantau. GMKI telah memberikan pelatihan dan pendidikan pemantauan kepada para anggota.

Melengkapi sinergi pemantauan, Pijar Keadilan akan memantau Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) peserta Pemilu 2019. Menurut Saidin Yusuf YP, Koordinator Nasional Pijar Keadilan, pemantauan terhadap LPPDK jarang dilakukan, padahal pemalsuan terhadap laporan dana kampanye dan keterlambatan menyampaikan LPPDK merupakan pelanggaran berat yang diganjar dengan sanksi diskualifikasi dan pidana.

“Selama ini LPPDK yang tau hanya KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan KAP (Kantor Akuntan Publik). Bawaslu gak ada di situ. Padahal dosa besar, pelanggaran, ada di sana juga,” tandas Yusuf.

JPPR dan Perludem juga memberikan fokus pemantauan yang berbeda. Jika JPPR memilih melakukan pemantauan terhadap Pemilihan Presiden (Pilpres), daftar pemilih, kampanye di media, dana kampanye, dan proses rekapitulasi hasil pemungutan suara, maka Perludem mengarahkan fokus pada empat tahapan, yakni tahap pemutakhiran data pemilih, tahap pencalonan, tahap pemungutan suara, dan tahap rekapitulasi.

“Pileg Pilpres, rekapnya di tingkat kecamatan dengan jumlah orang dikurangi. Padahal, jumlah surat suaranya bertambah. Ini akan jadi fokus kami juga,” kata Koordinator Nasional JPPR, Sunanto.