November 15, 2024

Butuh Kerja Sama untuk Antisipasi Isu SARA

JAKARTA, KOMPAS — Kerja sama antara penyelenggara pemilu, pemerintah, dan masyarakat sipil mutlak diperlukan untuk mengantisipasi kampanye bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Keterbatasan UU Pilkada dalam menangani kasus itu mesti diantisipasi dengan upaya seperti membuat pakta integritas para calon kepala daerah dan tim suksesnya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Senin (4/12), di Jakarta, mengatakan, semua institusi yang terkait harus bekerja sama mengantisipasi munculnya isu bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). ”KPU menjadi leading sector dalam hal peraturan kampanye. Bawaslu didukung kepolisian melakukan penegakan hukum. Institusi yang terkait dengan penyiaran membantu pemilih untuk mencerna informasi yang benar,” katanya.

Hasil pemetaan Bawaslu, terdapat delapan provinsi dan 14 kabupaten/kota yang masuk tingkat kerawanan tinggi pada aspek politik identitas. Adapun untuk tingkat kerawanan pada aspek media sosial, 17 provinsi dan 38 kabupaten/kota masuk dalam kategori tinggi.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Soedarmo mengaku cukup sulit untuk membuat indikator terukur tentang kampanye bernuansa SARA di pilkada. Sosialisasi mengenai bahaya kampanye bernuansa SARA jadi jalan yang cukup ampuh untuk menghalau hal itu.

Pakta integritas pada pasangan calon kepala daerah dan tim kampanyenya untuk tidak melaksanakan kampanye bernuansa SARA, menurut Soedarmo, juga jadi cara untuk mengantisipasi munculnya isu tersebut. ”Kami harap KPU membuat surat pernyataan agar para pendukung dan tim sukses tidak mengarah isu SARA dan intoleransi dalam kampanyenya,” kata Soedarmo.

Namun, menurut Titi, masalahnya tidak sesederhana itu. Dalam UU Pilkada, kampanye hitam yang dilakukan individu atau sekelompok individu hanya bisa dijatuhi sanksi jika masuk dalam kerangka waktu kampanye. Padahal, kampanye hitam berada di luar kerangka waktu itu.

Peneliti pada Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Sri Yanuarti, beberapa waktu lalu, mengatakan, dalam UU Pemilu, konsep tentang kampanye yang bernuansa SARA juga masih sangat umum. ”KPU harus menurunkan ketentuan di UU yang masih umum itu dalam bentuk yang lebih detail. Mulai dari frasa SARA hingga parameter atau indikatornya. Hal itu akan membantu KPU dan Bawaslu untuk menilai apakah suatu kampanye melanggar aturan dan menentukan sanksinya,” ujarnya. (MHD)

Sumber : https://kompas.id/baca/polhuk/politik/2017/12/05/butuh-kerja-sama-untuk-antisipasi-isu-sara/