September 13, 2024

Cabup Petahana Jayapura Perkarakan Sanksi Diskualifikasi, Bawaslu Pasang Argumen

Calon bupati (cabup) petahana di Pemilihan Bupati Kabupaten Jayapura 2017, Mathius Awoitauwse, memperkarakan sanksi diskualifikasi yang diberikan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 21 Agustus 2017 ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mathius menilai sanksi yang dijatuhkan adalah serampangan, cacat prosedur, dan salah kaprah. Sanksi diskualifikasi adalah untuk penjahat demokrasi, dan Mathius mengklaim tak melakukan kejahatan demokrasi.

“Soal rekomendasi Bawaslu, kami sangat tersinggung. Ini sama saja menyebut kami sebagai penjahat demokrasi. Pertimbangan yang kami lakukan saat melakukan penggantian pejabat adalah karena disiplin pegawai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses seleksi penggantian pejabat ini sudah dilakukan lama, sebelum adanya pemilihan,” jelas Mathius pada sidang DKPP di Gondangdia, Jakarta Pusat (27/11).

Kuasa hukum Mathius, Taufik Basari, politisi Nasional Demokrat (NasDem), mempertanyakan rekomendasi Bawaslu yang keluar dua hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU). Keputusan di waktu genting mengganggu seluruh proses tahapan yang tengah berlangsung.

“Mengapa keputusan dikeluarkan di detik-detik akhir yang mana mengganggu seluruh proses? Kenapa baru dikeluarkan menjelang PSU?”tukas pria yang akrab disapa Tobas.

Salah seorang saksi Mathius, Yerry Ferdinan Dien, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jayapura, membenarkan argumentasi Mathius yang menyatakan bahwa proses seleksi penggantian pejabat di Kabupaten Jayapura telah berlangsung lama. Adapun tiga pejabat diganti karena mendapat sanksi disiplin.

“Proses keputusan adalah murni berkaitan dengan urusan birokrasi. Prosesnya sudah jauh-jauh sebelumnya. Pemda (Pemerintah daerah) sudah meminta izin kepada ketua Komisi ASN (aparatur sipil negara), telah disetujui dan meminta kami untuk membuat tim assessment. Ada tesnya, dan tiga pejabat yang diganti ini, kinerjanya memang sangat rendah,” kata Yerry.

Yerry mengaku mengetahui adanya aturan di Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang (UU) No.10/2016 yang melarang calon kepala daerah petahana melakukan penggantian pejabat di lingkungannya enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri. Namun, penggantian dilakukan tanpa ada syarat pengecualian tersebut. Hanya, Yerry mengklaim beberapa kali melakukan konsultasi kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Pembelaan Bawaslu

Melalui Ratna Dewi Pettalolo, Anggota Bawaslu RI, Bawaslu membacakan pembelaan di hadapan majelis sidang. Ratna menjelaskan bahwa sebelum mengeluarkan keputusan, Bawaslu telah melakukan pemberkasan, pemeriksaan, dan pengkajian. Bawaslu juga telah memanggil pelapor, yaitu Yani, lawan politik Mathius di Pilbup Jayapura, Mathius, dan para saksi.

Dalam pemeriksaan, Bawaslu menemukan adanya 39 form laporan C1 KWK yang ditandatangani oleh orang-orang yang namanya tak tercantum di dalam Surat Keputusan (SK) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jayapura soal pengangkatan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Oleh karena itu, Bawaslu meminta SK terkait kepada KPU Papua.

“Kami sudah mengirim surat kepada KPU Jayapura, tapi sampai tahap akhir pemeriksaan di Bawaslu, KPU Jayapura tidak merespon surat Bawaslu. Sehingga, di rekomendasi, kami meminta agar KPU RI memeriksa SK tersebut melalui KPU Papua,” ujar Ratna.

Ratna mempertanyakan mutasi jabatan yang dilakukan oleh Mathius. Pasalnya, saat mutasi dilakukan, jabatan tersebut belum kosong atau tiga pejabat masih bertugas di posisi masing-masing.

Ketentuan di Pasal 71 ayat (2) UU No.10/2016, kata Ratna, dimaksudkan untuk melindungi ASN dari proses politik yang tengah berlangsung. Sanksi diskualifikasi akan dijatuhkan kepada siapa pun yang terbukti dan memenuhi syarat formil dan materil melakukan pelanggaran.