November 15, 2024

Calon Penyelenggara Pemilu yang Akan Terpilih di 2017

Di 2017, akan ada calon penyelenggara pemilu terpilih. Tujuh anggota KPU dan lima orang anggota Bawaslu akan dipilih Komisi II DPR

Tahun 2016 ditutup dengan pengumuman anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode tahun 2017—2022 yang lolos seleksi tahap II. Kamis (22/12), Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu (Timsel) meloloskan 58 orang dari 517 pendaftar: 36 calon anggota KPU dan 22 calon anggota Bawaslu.

36 calon anggota KPU antara lain Maryanti H. Adoe (NTT), Amus Atkana (Papua Barat),  Suwondo (Lampung), Umi Rifdiyawati (Kalimantan Barat), Ernida Mahmud (Sulawesi Selatan), Nanang Trenggono (Lampung), Sofi Rahma Dewi (Jawa Timur), Muchaamad Ali Safa’at (Jawa Timur), Firdaus (Banten), I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Bali), Ilham Saputra (Aceh), Handi Mulyaningsih (Lampung), Evi Novida Ginting Manik (Sumatera Utara), Muhammad (Jawa Barat), Betty Epsilon Idroos (Jakarta), Ferry Kurnia Rizkiyansyah (Jakarta), Ida Budhiati (Jawa Tengah), M Mufti Syarfie (Sumatera Barat), Eko Sasmito (Jawa Timur), Wahyu Setiawan (Jawa Tengah), Sri Budi Eko Wardani (Banten), Ketty Tri Setyorini (Jawa Timur), Pramono Ubaid Tanthowi (Banten), Yessy Y Momongan (Sulawesi Utara), Hasyim Asy’ari (Jawa Tengah), Partono (Jakarta), Arief Budiman (Jakarta), Sapardiyono (DIY), Rudiarto Sumarwono (Banten), Ardiles Mewoh (Sulawesi Utara), Andi Tenri Sompa (Kalimantan Selatan), Djorhermansyah Djohan (Jakarta), I Gede John Darmawan (Bali), Viryan (Kalimantan Barat), Sumarno (Jakarta) dan Sigit Pamungkas (DIY).

Sementara 22 calon anggota Bawaslu antara lain Sapto Supono (Jakarta), Saiful (Kalimantan Timur), Yan Marli (Nusa Tenggara Barat), Ratnaa Dewi (Sulawesi Tengah), Mohammad Najib (DIY), Sakka Pati (Sulawesi Selatan), Bagus Sarwono (DIY), Abhan (Jawa Tengah), Sri Wahyu Araningsih (Jawa Tengah), Ari Daarmastuti (Lampung), Fritz Edward Siregar (Jakarta), Endang Wihdatiningtyas (DIY), Abdul Aziz (Jawa Barat), Fatmawati (Sulawesi Selatan), Syafrida Rachmawati Rasahan (Sumatera Utara), Mochammad Afifuddin (Banten), Herwyn Jefler Hielsa Malonda (Sulawesi Utara), Abdullah (Jawa Barat), Mimah Susanti (Jakarta), Ketut Udi Prayudi (Bali), Rahmat Bagja (Jakarta), dan Sunny Ummul Firdaus (Jawa Tengah)

Di 2017, akan ada 7 orang anggota KPU dan 5 orang anggota Bawaslu yang dipilih Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR akan memilih dari 14 orang calon anggota KPU dan 10 orang calon anggota Bawaslu yang diusulkan Presiden berdasarkan hasil kerja Timsel.

Hinga 26 Januari 2017 nanti, Timsel masih menjaring 58 calon tadi menjadi 24 calon yang diberikan ke presiden dengan melakukan seleksi tahap III: tes kesehatan lanjutan, dinamika kelompok, dan wawancara.

Jalan berliku memilih penyelenggara pemilu

Proses seleksi penyelenggara pemilu selama empat periode terakhir tak selalu berjalan mulus. Pada periode 2001—2007, Nazaruddin Sjamsuddin, salah satu anggota KPU terpilih, mempersoalkan cara pemilihan anggota KPU yang dilakukan DPR. Uji kepatutan dan kelayakan dinilai aneh sebab hasilnya tidak diperoleh berdasarkan penilaian atas kemampuan, tetapi berdasarkan faktor preferensi politik—suka atau tidak suka.

Seleksi penyelenggara pemilu periode 2007—2012 jadi proses yang paling tragis. Sejumlah nama pakar pemilu seperti Ramlan Surbakti, Hadar Nafis Gumay, dan Didik Supriyanto sudah gugur sejak tes psikologi. Hanya 45 dari 260 pendaftar yang lolos tes psikologi ini. Berbagai pihak protes karena Pasal 11 huruf e UU No. 22/2007 menekankan aspek keahlian dan pengalaman di bidang pemilu sebagai yang terpenting dalam seleksi, bukan semata tes psikologi.

Uji kepatutan dan kelayakan yang aneh kembali terjadi pada seleksi penyelenggara pemilu periode 2012—2017. Hadar Nafis Gumay dicecar soal tudingan antipartai dan proasing. “Waktu fit and proper test, jelas-jelas anggota DPR mengatakan, ‘Sekarang adalah proses politik.’ Saya kemudian berpikir wah, kalau begini akan sulit, karena preferensi politik dari mereka,” kata Hadar saat menjawab pertanyaan Harun Husein, wartawan Republika sebagaimana dikutip dari bukunya Pemilu Indonesia (2014).

Jalan menuju terpilihnya anggota KPU dan Bawaslu periode 2017—2022 diprediksi akan tetap berliku. Timsel belum menyelesaikan tugasnya, DPR sudah nyinyir duluan. Hasil seleksi yang belum selesai itu berpotensi ditolak Komisi II. Pengembalian calon anggota oleh Komisi II ke DPR ke Sekretariat Negara (sebagaimana terjadi pada seleksi Ombudsman) berpotensi kembali terulang.

“Perkembangan di internal Komisi II begitu,” kata Lukman Edy, Pimpinan Komisi II, saat dikonfirmasi (26/12).

Ada dua alasan yang membuat Komisi II berpotensi menolak hasil ini. Pertama, ada dugaan komunikasi intensif calon dengan anggota Timsel, termasuk tim yang ditunjuk oleh Timsel untuk melakukan penilaian administrasi. Kedua, anggota Timsel dinilai bermasalah dan berpotensi berkonflik kepentingan karena merangkap sebagai penyelenggara pemilu, komisaris BUMN, dan PNS.

Siapa akan terpilih?

Di waktu yang hampir bersamaan dengan jalannya seleksi anggota KPU dan Bawaslu, kemandirian dan independensi lembaga penyelenggara pemilu tengah diuji. Materi perubahan UU 10/2016 memuat ketentuan bagi KPU dan Bawaslu untuk berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam menyusun dan menetapkan peraturan dan pedoman teknis pemilihan. Forum konsultasi berformat rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat mengancam kemandirian dan independensi penyelenggara pemilu.

Kemandirian dan independensi lembaga penyelenggara pemilu akan makin terperosok jika anggota-anggota baru yang terpilih mengisi tampuk lembaga itu berkelindan dengan kepentingan politik.

Di tengah kesuraman ini, calon anggota KPU dan Bawaslu yang berintegritas dan independen tentu akan jadi satu titik cerah. Calon yang berintegritas dan independen akan jadi orang yang paling dicari untuk jadi anggota KPU dan Bawaslu. Tanpa integritas dan independensi lembaga penyelenggara pemilu beserta orang-orang yang menjalankan lembaganya, pemilu yang demokratis dipertaruhkan.

“Penyelenggara pemilu yang mampu bersikap dan memiliki ketegasan di tengah banyaknya kelindan kepentingan politik mesti menjadi acuan penting,” kata Heroik M. Pratama, peneliti pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), saat dihubungi (5/1).

Beberapa nama calon KPU dan Bawaslu dapat kita lacak integritas dan independensinya melalui pernyataan dan sikapnya dalam menanggapi isu, salah satunya soal konsultasi yang hasilnya mengikat dengan DPR dalam menyusun peraturan dan pedoman teknis pemilihan. Sikap itu dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan terbuka yang terlontar pada sidang uji materi 92/PUU-XIV/2016 soal kewajiban konsultasi yang mengikat ini.

img-20170104-wa0011
Tak hanya itu, integritas calon akan terlihat dari hasil pelacakan Koalisi Pemilu Berintegritas yang beranggotakan tujuh organisasi masyarakat sipil. Koalisi ini menempatkan 30 pelacak aktif di daerah-daerah asal calon anggota. Koalisi juga membuka posko pelaporan yang menghimpun masukan publik terhadap nama-nama calon yang lolos melalui kanal email rekamjejak@antikorupsi.org; telepon (021) 7901885 atau (021) 7994015; dan SMS melalui nomor 087888562428 dan 081318031759.

Koalisi mengajak publik untuk turut memeriksa tiga aspek yang diperlukan untuk jadi anggota KPU dan Bawaslu: integritas, independensi, dan pengetahuan kepemiluan. Dalam aspek integritas, koalisi memeriksa soal riwayat kekayaan dan riwayat hukum calon bersangkutan. Koalisi menghimpun informasi mengenai laporan harta kekayaan, kepemilikan perusahaan, ketaatan membayar pajak, ketaatan terhadap hukum dan mencocokannya dengan gaya hidup sehari-hari.

Sementara dalam aspek independensi, koalisi memeriksa hubungan calon anggota dengan partai politik, organisasi sayap partai, dan kekuatan politik lain yang berpotensi menyebabkan konflik kepentingan.

Almas Sjafrina, peneliti pada Indonesia Corruption Watch (ICW), mengaku telah menerima beberapa catatan dari masyarakat. Catatan ini kemudian akan diverifikasi dan diserahkan pada Timsel 19 Januari nanti sebagai pertimbangan dalam memilih. Catatan ini juga akan diumumkan ke publik untuk menjadi bahan penelaahan pilihan Komisi II DPR.

“Integritas, independensi, pengetahuan kepemiluan ini syarat mutlak. Hanya anggota KPU yang berintegirtas, independen, dan menguasai pemilu yang bisa menjalankan pemilu berintegritas,” kata Almas dalam konferensi pers di kantor ICW, Jakarta (3/1).

Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarul Zaman, juga menekankan pada Timsel untuk melakukan seleksi yang ketat. Seleksi ketat dan seksama mesti dilakukan untuk menghasilkan calon yang berintegritas, independen, dan sulit disusupi kepentingan politik. Sebab proses di Komisi II, ia mengakui, tak akan bisa lepas dari intervensi politik.