Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melakukan pemantauan terhadap proses pemungutan suara Pemilu 2019 di 8 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hasilnya, tiga praktik positif dan empat praktik negatif.
“Perludem mengumpulkan informasi dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh tim Perludem di sejumlah TPS dimana tim Perludem menyalurkan hak pilihnya, yaitu tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang,” kata peneliti Perludem, Heroik Pratama kepada rumahpemilu.org (18/4).
Yang positif dari pemungutan suara Pemilu 2019
Perludem mencatat, bahwa pertama, sebagian besar logistik pemilu seperti surat suara, kotak suara, bilik suara dan perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara lainnya tiba tepat waktu di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hanya ada satu TPS, yaitu TPS 77 di Kelurahan Pondok Pindang, Kecamatan Kebayoran Lama yang mengalami keterlambatan distribusi logistik pemilu.
Kedua, prosesi pembukaan TPS dilakukan secara transparan dan akuntabel. Pembukaan TPS dihadiri dan disaksikan secara langsung oleh pemilih, saksi peserta pemilu, dan juga pemantau pemilu. Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) juga menunjukkan kepada publik bahwa kotak suara setelah logistik pemilu dikeluarkan telah kosong sebelum disegel kembali.
Ketiga, proses pemungutan suara di delapan TPS yang dipantau berjalan aman dan lancar. Tidak ditemukan adanya kelompok orang yang berkumpul untuk menyampaikan citra diri peserta pemilu tertentu di sekitar TPS atau melakukan praktik intimidasi, ancaman, serta gangguan kemanan dan ketertiban di sekitar TPS. Pun, tak ditemukan alat peraga kampanye (APK) peserta pemilu di sekitar TPS.
Yang negatif
Pemantau Perludem menemukan bahwa sebagian besar TPS buka tepat waktu, tetapi ada sedikit jeda antara prosesi pembukaan TPS dengan diperbolehkannya pemilih untuk mendaftarkan diri kepada KPPS. Jeda waktu dikarenakan tahapan pembukaan yang memakan waktu cukup lama, mulai dari pembukaan kotak suara, penghitungan kembali jumlah surat suara yang disediakan untuk pemilih yang terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) ditambah 2 persen, sampai dengan prosesi penyegelan kembali kotak suara.
“Karena prosesi pembukaan itu lama, maka ditengah proses pembukaan TPS yang masih berlangsung, tidak sedikit pemilih yang sudah berdatangan ke TPS untuk memberikan hak pilihnya. Di TPS 35 Bondongan, Kota Bogor misalnya, sudah banyak pemilih yang berdatangan untuk menyalurkan hak pilihnya. Kondisi ini di satu sisi membawa dampak cukup baik, karena membuat pemilih juga bisa mengikuti proses persiapan yang berlangsung di TPS, tapi disisi lain membuat pemilih jadi menunggu,” jelas Heroik.
Perludem juga mencatat, tak semua TPS menyediakan informasi DPT, Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), tata cara memilih, dan daftar nama peserta pemilu pada papan pengumuman di TPS. Di TPS 80 Sukmajaya, Kota Depok, KPPS setempat hanya memasang informasi mengenai pasangan calon presiden dan wakil presiden. Lalu di TPS 51, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, papan informasi tidak mencantumkan DPTb.
Hal negatif lainnya yakni, meskipun sebagian besar TPS telah didesain untuk menjaga kerahasiaan pemilih, namun di TPS 80 Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, tak ada pembatas atau penutup di belakang bilik suara. Hal ini membuka ruang bagi pihak lain untuk melihat pilihan pemilih.
Tak hanya itu, terdapat enam TPS yang tidak cukup akses bagi pemilih disabilitas. TPS didirikan di tempat yang berundak, tak cukup luas, dan posisi meja untuk bilik suara dan kotak suara yang cukup tinggi menyulitkan pemilih dengan kursi roda. Pemilih disabilitas dan lansia pun mengaku cukup kerepotan dalam membuka dan melipat surat suara yang berukuran cukup besar.
“Pemilih disabilitas dan lansia sedikit mengalami kesulitan pada saat pencoblosan ditengah desain surat suara yang cukup besar dan proses pelipatan kembali surat suara pasca pencoblosan yang sedikit sulit. Kegiatan ini memakan waktu yang cukup lama dibalik bilik suara,” ujar Heroik.
Selain informasi dari tim Perludem yang melakukan pemantauan, Perludem juga mengumpulkan informasi dari masyarakat yang memberikan hak pilih di TPS masing-masing. Berikut laporan dari masyarakat.
- Di TPS 005, Paseban, Jakarta Pusat, tidak ada tempelan daftar pemillih tambahan di papan pengumuman.Di TPS tersebut terdapat pemillih tambahan. Pemilih yang membawa A5 diminta untuk memilih pada puul 12.00 oleh KPPS;
- Di TPS 014, Keluruhan Slipi, Jakarta Barat, TPS dibuat dijalanan. Sehingga ketika orang yang mau lewat di jalan tersebut, melintas melewati tengah TPS;
- TPS 097, Pulomas, Jakarta Utara, Kotak suara baru sampai pada pukul 07.00. Pembukaan TPS dilakukan terlambat;
- TPS 08, Kelurahan Duren Tiga, Jakarta Selatan terlambat dibuka, dimana pada pukul 07.34 kotak suara belum juga dihitung;
- Sekitar TPS 012 Slipi, Jakarta Barat, masih terdapat alat peraga kampanye pemilu dari beberapa peserta pemilu;
- TPS 106 Kelurahan Padurenan, Kec. Mustika Jaya, Kota Bekasi, pemilih yang tidak membawa C6 tetapi terdaftar di dalam DPT, diminta untuk datang jam 12 oleh KPPS. Serta dimintai fotokopi KTP el;
- TPS 80, Keluruhan Sukmajaya, Kota Depok. Tidak ada penempelan DPTb. Padahal,di TPS tersebut terdapat pemilih pindah memilih. KPPS tidak tau cara memperlakukan DPTb. Petugas KPPS juga tidak tahu apakah pemilih DPTb tidak dapat semua surat suara jika sudah pindah Kota dan pindah provinsi. Kemudian di TPS 80 Sukmajaya Depok ini juga tidak menempelkan DPT dan DPTb, dan daftar calon tetap DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota;
- TPS 60 Meruya Utara, Jakarta Barat terdapat kekurangan surat suara untuk Pilpres ditengah proses pemungutan suara, dan surat suara pileg berlebih banyak;
- TPS 05 Sukmajaya, terdapat pemilih dengan DPTb, tetapi DPTBnya tidak ditempelkan di TPS;
- TPS 41 Tebet Timur, Jakarta Selatan, terdapat pemilih dengan DPtb, tetapi di papan pengumuman TPS tidak ada daftar pemilih DPTB;
- TPS 42, Tebet Timur, Jakarta Selatan, terdapat pemilih dengan DPtb, tetapi di papan pengumuman tak dicantumkan DPTb.
Perludem mengimbau masyarakat untuk menghormati dan mengawal proses tahapan yang masih berlangsung, yaitu rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan. Jika menemukan dugaan pelanggaran atau kecurangan pemilu, masyarakat diharap tidak mengambil tindakan di luar hukum. Undang-Undang (UU) Pemilu menyediakan ruang bagi masyarakat untuk menyelesaikan pelanggaran pemilu, yakni melapor kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
“Masyarakat, juga peserta pemilu, kami harap memantau proses yang masih berlangsung. Bagi pihak-pihak yang menemukan dugaan terjadinya pelanggaran, kami meminta agar konsisten menempuh mekanisme hukum yang telah tersedia, sebagai bentuk penghormatan terhadap demokrasi konstitusional dan supremasi hukum yang berlaku di Indonesia,” tandas Heroik.