November 15, 2024

Curahan Hati Wasit Demokrasi

Hati sejumlah anggota KPU di daerah tersayat setelah mengaku menerima instruksi merekayasa hasil verifikasi faktual parpol. KPU RI menepis tudingan itu.

November lalu, kami berjumpa secara daring untuk pertama kalinya dengan sejumlah anggota Komisi Pemilihan Umum dikabupaten/kota. Suasana agak canggung. Tersirat rasa khawatir untuk mengungkapkan apa yang mereka alami dalam proses rekapitulasi hasil verifikasi faktual tahap pertama partai politik calon peserta Pemilu 2024, 5-7 November 2022.

Setelah suasana mulai cair, satu per satu dari mereka baru mulai berani bercerita. Pada satu titik, emosi salah seorang anggota KPU kabupaten memuncak hingga menitikkan air mata. ”Dalam lubuk hati, saya tidak terima. Kerja keras kami tidak dihargai,” tuturnya.

Selama hampir sebulan, dari 15 Oktober hingga 4 November 2022, ia, yang meminta namanya tak disebutkan, bersama anggota tim verifikator lainnya berjibaku mencari warga yang masuk dalam sampel anggota partai politik yang harus diverifikasi faktual pada tahap pertama. Tak mudah menjumpai orang-orang itu, bahkan nyawa kerap jadi taruhan karena ekstremnya medan yang harus dilalui untuk sampai ke tempat tinggal mereka. Namun, ia tak menyangka hasil kerja kerasnya dalam sekejap diubah ketika data sudah diunggah dalam Sistem Informasi Parpol (Sipol).

Data verifikasi faktual keanggotaan salah satu parpol di daerahnya yang faktanya belum memenuhi syarat (BMS) diubah menjadi memenuhi syarat (MS). Pada akhir November lalu, ia dan rekan-rekan anggota KPU di daerahnya juga diinstruksikan oleh KPU RI melalui KPU provinsi untuk menandatangani berita acara verifikasi faktual yang isinya sudah direkayasa tersebut. Ia pun mengaku diancam kariernya di kepemiluan jika tidak mengikuti perintah.

”Saat itu saya langsung menjawab, bukankah saya sudah diberi dua pilihan, menandatangani atau tidak. Dan, saya bilang, saya tetap pada sikap tidak menandatangani,” ujarnya sambil terisak.

Anggota KPU kabupaten lainnya ikut menyambung cerita. Ia juga geram karena sempat diminta menandatangani berita acara dengan hasil verifikasi yang sudah diubah. Data awal keanggotaan parpol yang seharusnya BMS karena anggota parpol tidak ditemui tiba-tiba berubah menjadi MS.

Ironisnya lagi, kata dia, tanggal berita acara itu juga dibuat mundur (backdate) agar disesuaikan dengan tanggal pembuatan awal berita acara. Mayoritas anggota KPU di daerahnya telah menandatangani berita acara tersebut, tetapi juga ada yang menolak, termasuk dirinya.

Mereka yang memilih menolak rekayasa hasil verifikasi faktual tahap pertama sangat dilematis. Artinya, mereka harus berani berseberangan dengan rekan sejawatnya. Bahkan, ketika ingin bercerita secara daring, beberapa anggota KPU daerah itu harus memastikan situasi sekitarnya aman agar cerita mereka tak didengar oleh orang lain.

Namun, langkah berbeda itu tetap diambil semata-mata untuk menjaga marwah KPU. KPU yang telah dicintai dan dipercaya masyarakat tak boleh dirusak oleh segelintir orang karena kepentingan yang tidak jelas.

Sebagian dari mereka mengaku sudah mengingatkan rekan anggota KPU kabupaten/kota lain yang memilih mengikuti instruksi mengubah berita acara bahwa perbuatan itu merupakan pelanggaran dan bertentangan dengan integritas penyelenggara pemilu. Belum lagi rekayasa itu berarti mengkhianati pula kerja dari verifikator yang sudah berjibaku di lapangan dengan banyak tantangan. Namun, mereka bergeming.

Ancaman demoralisasi

Selain melalui pertemuan daring, Kompas juga bertemu dengan beberapa anggota KPU provinsi yang bercerita mengenai proses ”otak-atik” berita acara verifikasi parpol di daerahnya. Seorang di antaranya beberapa kali tidak bisa menutupi rasa kecewa dan kegeramannya atas situasi yang baru kali pertama dialami selama bertahun-tahun menjadi ”wasit demokrasi”.

Ia mengaku disodori oleh rekan sesama anggota KPU provinsi untuk menandatangani berita acara yang telah diubah, di mana hasil verifikasi parpol yang awalnya BMS menjadi MS. Ia tersentak. Hal itu kemudian dibahas di dalam rapat internal KPU provinsi. Beberapa anggota KPU provinsi sepakat menandatangani berita acara tersebut. Namun, ada yang tetap menolak.

”Saya menolak karena ini sudah bertentangan. Rumusan kami, kan, aturan dan ketentuan, bukan perintah atasan, apalagi yang menyimpang begini. Kalau semua ditabrak begini, teman-teman, kan, demoralisasi,” ungkapnya.

Prinsip adil dan setara

Kompas mengonfirmasi curahan hati dari anggota KPU di sejumlah daerah itu kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, Sabtu (3/12). Berbagai pertanyaan dilontarkan, mulai dari instruksi perubahan berita acara hingga tekanan bagi anggota KPU di daerah yang tidak bersedia menandatangani berita acara yang diubah. Dalam perbincangan lebih dari dua jam, Hasyim memberikan beberapa penjelasan off the record. Namun, ia memberikan jawaban resmi kelembagaan secara tertulis, Senin (5/12).

Pada prinsipnya, Hasyim menegaskan, KPU dalam melaksanakan tahapan pendaftaran dan verifikasi parpol menerapkan prinsip adil dan setara. Perlakuan setara diberikan kepada seluruh parpol di setiap tahapan. ”Tidak ada diskriminasi kepada para partai politik,” katanya.

Hasyim juga membantah soal adanya ”iming-iming” bagi anggota KPU di daerah bahwa mereka akan dipilih kembali di seleksi KPU daerah periode selanjutnya atau sanksi bagi komisioner yang tidak patuh pada perintah KPU pusat. Namun, ia menggarisbawahi bahwa demi terselenggaranya pemilu yang berkualitas, sinergi antara KPU pusat dan daerah sangat dibutuhkan. Itu juga harus didasari dengan integritas dan loyalitas.

Adapun pada Minggu (11/12), anggota KPU RI, Idham Holik, membantah isu perintah dari KPU RI untuk mengubah hasil verifikasi faktual parpol. Ini disampaikannya setelah kelompok masyarakat sipil menemukan dugaan pelanggaran manipulasi data rekapitulasi verifikasi faktual di Sulawesi Selatan. ”Terkait isu yang berkembang itu, kami nyatakan tidak benar,” ujarnya.

Menurut dia, 34 provinsi kini telah tuntas rapat pleno terbuka hasil verifikasi faktual perbaikan. Hasilnya, ada parpol yang tidak memenuhi syarat (TMS), ada pula yang MS. Khusus yang TMS disebutnya gagal memenuhi syarat keanggotaan parpol. Pada tahap verifikasi faktual tahap pertama, parpol yang belum memenuhi persyaratan dinyatakan BMS. Namun, jika hingga tahap perbaikan tak bisa memenuhi persyaratan dinyatakan TMS. Selanjutnya, KPU RI akan menetapkan parpol yang MS pada 14 Desember.

Dikliping dari:

https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/12/11/curahan-hati-wasit-demokrasi