August 8, 2024

Mengurai Hal-Hal Penting Seputar Daftar Pemilih Berkelanjutan

Metode pendaftaran pemilih beragam di berbagai negara di dunia. Beberapa negara menerapkan metode registrasi pemilih aktif, dan beberapa negara lainnya menerapkan metode registrasi pemilih pasif. Aktif maksudnya, pemilih mendaftarkan dirinya ke penyelenggara pemilu untuk terdaftar sebagai pemilih. Sementara pasif bermakna bahwa pemilih didaftarkan sebagai pemilih secara otomatis oleh penyelenggara pemilu.

Isu lain yang juga didiskusikan seputar daftar pemilih ialah apakah data pemilih disimpan dan dikelola secara terpusat atau terdesentralisasi, apakah daftar pemilih dibuat dan diperbarui secara berkelanjutan atau periodik mengikuti pelaksanaan pemilu, perlu atau tidaknya kartu pemilih, serta apakah kartu pemilih dan kartu identitas nasional wajib dibawa pemilih ke TPS untuk dapat memberikan suara.

Dari catatan ACE Project, sistem pendaftaran pemilih berkelanjutan adalah pendaftaran pemilih yang dilakukan dan diperbarui secara terus-menerus di luar tahapan pemilu. Sedangkan sistem pendaftaran pemilih periodik ialah pendaftaran pemilih yang dilakukan untuk suatu pemilu. Pada sistem yang kedua, biasanya pemilih yang telah terdaftar di pemilu sebelumnya harus mendaftarkan diri secara ulang atau didaftarkan ulang.

Ahli Pendaftaran Pemilih International Foundation for Election System (IFES), Steve Chanham mengatakan bahwa tren global saat ini menunjukkan bahwa banyak negara yang beralih dari sistem registrasi pemilih periodik menjadi berkelanjutan. Ada korelasi antara penerapan identitas nasional digital dengan sistem registrasi pemilih berkelanjutan. Negara-negara yang memiliki identitas nasional digital umumnya telah menerapkan sistem registrasi pemilih berkelanjutan.

“Lebih banyak negara Eropa yang menerapkan registrasi berkelanjutan daripada periodik. Di negara Soviet atau Eropa Timur begitu juga. Jadi, di negara-negara ini, terlihat bahwa dengan identitas nasional yang terdigitalisasi dengan baik, mereka bisa memfasilitasi pendaftaran pemilih berkelanjutan,” kata Steve pada diskusi “Perbandingan Internasional tentang Penerapan Daftar Pemilih Berkelanjutan”, Kamis (18/3).

Sistem pendaftaran pemilih berkelanjutan di Swedia

Daftar pemilih di Swedia bertumpu pada basis data populasi yang dimiliki oleh otoritas pajak. Basis data populasi elektronik ini dibeli oleh penyelenggara pemilu Swedia 30 hari sebelum pemilihan, kemudian penyelenggara pemilu mencetak kartu identitas pemilih dan membagikannya kepada pemilih.

“Jadi, pengelolaan dari hari ke hari itu dikelola secara berkelanjutan oleh administrasi pajak Swedia, dan diberikan kepada otoritas pemilu secara periodik,” ujar Steve.

Sistem ini tak membutuhkan banyak biaya dan petugas, sebab pengelolaan dan pembaruan data dilakukan oleh otoritas pajak.

Sistem pendaftaran pemilih berkelanjutan di Bosnia dan Herzegovina

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bosnia dan Herzegovina mengelola daftar pemilih berkelanjutan dengan basis data yang berasal dari lembaga negara yang mengumpulkan data alamat permanen dan sementara warga negara. Data pemilih kemudian diverifikasi secara statistik dengan mengkomparasikannya dengan data lembaga-lembaga lain yang juga mengelola data warga negara. Daftar pemilih ini tersedia untuk publik sehingga publik dapat melihat beberapa opsi lokasi pemungutan suara.

Sebab berbasis pada data alamat, pemilih kerap kali direpotkan dengan lokasi TPS yang jauh dari tempat tinggal sementara. Pemilih terdaftar di TPS di daerah alamat tempat tinggal permanen, sementara banyak pemilih yang pada hari pemungutan suara berada di tempat tinggal sementara mereka.

“Karena terdaftar dengan properti dan rumah orangtua, tapi mereka meninggalkan rumah itu karena harus bekerja. Sehingga di pemilu, lokasi TPS mereka berbeda dengan tempat tinggal mereka. Itu jadi masalah,” tandas Steve.

Masalah lainnya yakni proses pembaruan data pemilih yang tak efisien. Sebab adanya tantangan akurasi data apabila terdapat perbedaan antara data pemilih dengan data penduduk yang dikelola oleh pemerintah pusat, maka setiap pembaruan data pemilih mesti dikomunikasikan dan menunggu perubahan data oleh pemerintah pusat. Barulah setelahnya data pemilih akan diperbarui.

“Kalau ada perubahan data, misal ada duplikasi data, mereka tidak bisa bertindak mengubah, harus kasih informasi dulu ke pemerintah pusat untuk membuat perubahan di data kependudukan aslinya, dan baru berubah ke daftar pemilih. Jadi, sulit mengelolanya karena kalau datanya berbeda, orang-orang akan melihat ada perbedaan dan integritas data pemilih diragukan,” jelas Steve.

Sistem pendaftaran pemilih berkelanjutan di Meksiko

Pada dekade 1990an, publik di Meksiko menjadikan masalah integritas pemilu dan politik sebagai sorotan. Perubahan politik dan konstitusi diikuti dengan pembentukan lembaga pemilu yang independen. Dari situlah sistem daftar pemilih berkelanjutan diterapkan dan pendataan pemilih dilakukan dari nol.

Faktanya, di Meksiko, untuk dapat menggunakan hak pilih, pemilih tak hanya mesti terdaftar di daftar pemilih, namun juga mesti memiliki kartu pemilih. Daftar pemilih dan kartu pemilih dikelola dan diberikan oleh institusi pemilu tingkat federal atau pusat.

Untuk membangun kepercayaan terhadap daftar pemilih, partai politik dilibatkan dalam prosesnya. Tetapi, meskipun partai politik memiliki perwakilan di lembaga penyelenggara pemilu Meksiko, partai tak bisa memberikan pendapat.

Fakta lainnya, Meksiko tidak memiliki kartu identitas nasional. Pendaftaran warga negara hanya dilakukan di tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, pendaftaran pemilih berkelanjutan yang dilakukan di Meksiko sepanjang tahun akhirnya memiliki makna penting bagi pencatatan kependudukan secara nasional. Bahkan, kartu pemilih yang dikeluarkan oleh KPU Meksiko menjadi kartu identitas yang paling diakui.

“Jadi, akhirnya kartu identitas yang dikeluarkan oleh KPU Meksiko semakin lama menjadi kartu identitas yang paling diakui. Memang ada persetujuan dengan banyak lembaga publik dan bank untuk menerima kartu pemilih sebagai kartu identitas utama,” tukas Direktur Studi dan proyek Internasional pada National Electoral Institute Mexico, Carlos Navarro pada diskusi yang sama.

Kartu pemilih di Meksiko dilengkapi dengan 23 fitur keamanan sehingga kartu ini tak dapat dipalsukan. Dua fitur diantaranya yaitu, digunakannya foto pemilih untuk memverifikasi pemilih di TPS, dan pemilih tak diperbolehkan untuk memilih jika tak membawa kartu pemilih, sekalipun nama dan foto pemilih ada di daftar pemilih.

“Kalau Anda tidak punya kartu pemilih ketika di TPS, Anda tidak boleh memilih meskipun nama dan foto Anda ada di daftar pemilih. Kita sampai sangat seekstrim itu. Tapi, upaya-upaya keamanan ekstrim dan tingkat kecanggihan bukan kelebihan, tetapi kebutuhan untuk menghadapi masalah kredibilitas dan kepercayaan hasil pemilu,” pungkas Carlos.

Meksiko juga menerapkan metode verifikasi berupa kunjungan ke rumah pemilih yang menjadi sampel audit. Metode tersebut dinilai membuat akurasi daftar pemilih tinggi.

Sistem pendaftaran pemilih berkelanjutan di Filipina

Sistem pendaftaran pemilih berkelanjutan telah diterapkan di pemilu Filipina sejak 1963 hingga 1984. Namun, sistem tersebut diganti dengan sistem pendaftaran pemilih periodik, dan berganti kembali kepada sistem berkelanjutan sejak diberlakukannya Undang-Undang Pendaftaran Pemilih 1996.

Saat itu, setelah Pemilu Serentak 1992, ada keputusan untuk mengadopsi rancangan strategis modernisasi proses pemilu. Tak hanya proses penghitungan dan rekapitulasi suara yang diputuskan untuk dilakukan secara elektronik, namun juga proses pendaftaran pemilih.

“Memastikan daftar pemilih dikomputerkan, didigitalkan. Ada juga pembangunan kapasitas institusional, memodernisasi institusi penyelenggara pemilu, dan menerpakan kerangka hukum yang fleksibel dengan menerapkan UU Pemilu baru. Jadi, ini rencana total untuk menyusun ulang bagaimana pemilu dilaksanakan di negara ini,” kisah mantan Komisioner Commission on Election (Comelec) Filipina, Luie Tito Guia, pada diskusi yang sama.

Pemilih di Filipina dituntut untuk aktif mendaftarkan diri ke kantor KPU di wilayah tempat tinggalnya. Pemilih yang akan berusia 18 tahun pada hari pemungutan suara pun telah dapat mendaftarkan diri bahkan dua tahun sebelum pemungutan suara. Akan tetapi, meskipun pendaftaran pemilih dilakukan setiap hari oleh Comelec di tingkat kabupaten/kota, pemilih baru ramai mendaftarkan diri menjelang hari-hari akhir masa pendaftaran.

Daftar pemilih yang telah disusun oleh Comelec akan ditinjau dan disetujui oleh tiga orang anggota Dewan sebanyak empat tahun sekali. Pada peninjauan ini, akan diketahui angka perpindahan pemilih di setiap kuartal.

Comelec juga memiliki mekanisme untuk menghapuskan data pemilih ganda atau pemilih yang mendaftar lebih dari satu kali. Identifikasi sidik jari yang disetorkan oleh pemilih pada saat mendaftar dapat menjadi bukti data ganda.

“ Sidik jari akan diperhatikan secara nasional dan Anda bisa melihat bukti bahwa beberapa pemilih itu sudah mendaftar lebih dari sekali. Sistem lainnya adalah menjadi wajib pada saat mendaftar, Anda memasukkan data biometrik Anda,” tutur Luie.

Manfaat dan tantangan sistem pendaftaran pemilih berkelanjutan

Berbagai pengalaman dalam penerapan sistem pendaftaran pemilih berkelanjutan menunjukkan bahwa sistem ini memberikan dua manfaat utama. Pertama, memberikan lebih banyak waktu untuk membersihkan daftar pemilih. Kedua, menghindari manipulasi data pemilih.

Namun, sistem pendaftar pemilih berkelanjutan membutuhkan banyak penunjang, yakni anggaran yang besar, petugas pengelola sistem basis data pemilih yang memiliki kapasitas, dan tersedianya sarana dan prasarana teknologi informasi di setiap kantor KPU.

“Teknologi itu sangat mahal dan tidak mudah meyakinkan orang-orang bahwa ada kebutuhan untuk menggunakan dana untuk memodernkan proses pemilu,” tutup Luie.