August 8, 2024

Debat #1 Pilpres 2019 Tanpa “Culik Ba!”, “Topeng”, dan Tak Saling Menjatuhkan

Komisi Pemilihan Umum sudah menyelenggarakan Debat Pertama Pilpres 2019 pada 17 Januari 2019 malam. Dalam debat bertema “Hukum, HAM (hak asasi manusia), Korupsi, dan Terorisme” ini, KPU berhasil menciptakan debat yang tak saling menjatuhkan antarpasangan calon dan saling menghormati antarpendukung juga tuduhan/hoax kebocoran soal. Tapi, sebagian besar pemerhati pemilu menilai debat menjadi kaku, membosankan, dan tak menjawab kebutuhan dihasilkannya penjelasan konkret visi-misi-program tiap paslon terkait tema debat.

“Kami akan mendengar semua masukan. Silahkan saja. Akan kami pertimbangan. Debat pertama ini tentu kami evaluasi,” kata Ketua KPU, Arief Budiman seusai debat di Hotel Bidakara, Jakarta (17/1).

Yang pasti, tujuan KPU menciptakan debat yang kondusif berhasil dicapai. Jika dibandingkan debat Pemilu Presiden 2014, masing-masing pendukung paslon yang ada di dalam studio acara debat, menyanyikan yel yang sifatnya saling sindir. Pendukung kubu Joko Widodo beryel “Culik Ba!” menyindir Prabowo Subianto yang diduga sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam banyak kasus penculikan di era Orde Baru dan jelang Reformasi.  Sedangkan pendukung Prabowo beryel lagu band Peterpan “Topeng” karena Jokowi dinilai penuh kepalsuan pencintraan.

Saling serang antarpendukung terhubung dengan penekanan debat yang saling menjatuhkan dari paslon. Jokowi ingin menunjukan ketidaktahuan Prabowo melalui hal yang terlalu teknis dengan istilah TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah). Sedangkan Prabowo pun menanyakan hal yang terlalu teknis dengan membahas drone (pesawat kecil tanpa awak).

Semua itu tak ada pada debat pertama Pilpres 2019. Para pendukung beryel memuji-muji diri tanpa menjelek-jelekan paslon dan pendukung lawan. “Jokowi Jokowi (periode) sekali lagi!” kata kubu 01. “Prabowo Prabowo Sandi!” kata kubu 02.

Format debat yang dirancang KPU dengan memberitahukan semua pertanyaan panelis pun berhasil mencegah hoax bocornya soal KPU kepada salah satu paslon. Tak ada soal bocor karena soal memang sudah KPU bocorkan ke tiap paslon.

 

Capain keinginan KPU pun tergambar pada lini masa media sosial. Saling serang, tuduhan, menghina, bahkan menyebarkan informasi bohong, jauh dari apa yang dikhawatirkan. Untuk tujuan ini KPU sering mengingatkan melalui moderator debat.

“Bijaksanalah warganet dalam menggunakan media sosial demi pemilu yang berintegritas dan berkualitas,” kata pasangan moderator Ira Koesno-Imam Priyono.

“Media sosial itu jendela kecil untuk menafsir siapa kita. Rawatlah demi masa depan yang lebih baik,” Ira-Imam menutup debat.

Belum menjawab kebutuhan

Tapi, sebagian besar pemerhati pemilu menilai format debat tersebut belum menjawab kebutuhan debat yang utama. Debat seharusnya bisa jauh menjelaskan secara konkret visi-misi-program dan menunjukan perbedaan nyata antar kedua paslon. Tak adanya “Culik Ba!” dan “Topeng” bisa jadi sebagai kesadaran pemerintahan Jokowi hampir 5 tahun yang gagal menegakan keadilan HAM di sisi lain kubu Prabowo juga diduga terlibat dalam hoax di pemilu (misal kasus Ratna Sarumpaet).

“Membosankan. Tidak nyata menggambarkan visi-misi-program keduanya,” kata direktur eksekutif Pusat Kajian Ilmu Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Aditya Perdana (17/1).

Komisoner KPU 2012-2017 Juri Ardianto dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah (17/1). menilai format debat kali ini ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya, debat terkait pertanyaan tema mudah diarahkan dan dikendalikan. Tapi, kekurangannya, teknis jadi lebih kompleks yang berkonsekuensi berkurangnya ruang dan waktu mengeksplor karakter serta visi-misi-program masing-masing paslon.

Direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengkritik teknis pertanyaan yang sudah dibocorkan KPU ke masing-masing paslon tapi pelaksaan pertanyaan tetap menggunakan amplop yang tertutup. Di debat berikutnya dirinya berharap, pertanyaan bersifat rahasia dan pemilihan panelis murni kemandirian KPU tanpa masukan dari paslon.

“Debat Pilkada DKI jauh lebih baik dan menjawab kebutuhan,” kata Titi (17/1).

Ketua KPU, Arief Budiman menanggapi, ada sebagian format debat dalam Pilkada DKI yang tak bisa diwujudkan dalam debat Pilpres 2019 karena terbentur undang-undang. Misal, panelis yang langsung bertanya kepada tiap paslon, menurut Arief UU No.7/2017 tak memfasilitasinya.

Komisioner KPU, Hasyim Asy’ari menekankan, format debat kali ini lebih variatif tentu dengan catatan. “Substansinya dapet, tegangnya juga dapet. Masing-masing paslon masih meraba-raba juga. Kami tentu akan mengevaluasi dan semoga lebih baik,” kata Hasyim. []

USEP HASAN SADIKIN