Kecurangan yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya menjadi momok bagi calon anggota legislatif (caleg). Oleh karena tak ingin menjadi korban kecurangan, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta serangkaian langkah pencegahan untuk dilakukan pada hari pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Amirul Tamim dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memberi masukan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) meningkatkan jumlah honor bagi dan memberikan asuransi kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal ini ditujukan agar warga negara tertarik untuk menjadi penyelenggara di tingkat TPS dan mencegah adanya penyelenggara titipan broker politik yang menjadi Tim sukses peserta pemilu.
“Pernah camat, kepala desa yang menginventarisir dan menjanjikan seseorang agar dia mau jadi KPPS. Kondisi inilah yang menimbulkan kecurangan dari hasil real penghitungan suara di lapangan. Maka menurut saya perlu ada kenaikan honor dan jaminan asuransi kepada petugas. Banyak yang meninggal di daerah karena kelelahan,” ujar Amirul pada rapat konsultasi di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan (30/8).
Selain itu, masukan untuk memasang CCTV di TPS rawan juga dilontarkan. Firmansyah Mardanoes, anggota Fraksi PPP lainnya menilai keberadaan CCTV penting agar peserta pemilu dapat memantau proses pungut hitung di TPS.
“Kami usul, di setiap TPS rawan ada CCTV. Biar kita pantau terus. Ini positif untuk pemilu yang bersih,” tukas Firman.
Terhadap dua masukan tersebut, KPU menyatakan tak dapat mengabulkannya. KPU telah menyediakan tindakan antisipasi kecurangan pada proses pungut hitung dengan melakukan scan terhadap formulir C1 ke dalam Sistem Informasi Penghitungan (Situng) dan mempublikasikan C1 ke tempat-tempat strategis di setiap desa. Diperbolehkannya warga negara berumur 17 tahun juga membuka ruang partisipasi kepada kaum muda yang dinilai memiliki idealisme tinggi untuk menolak melakukan kecurangan.
“Honor ketua KPPS adalah 550 ribu, itu satu hari kerja full. Anggota, 500 ribu. Pengamanan, 400 ribu. Nah, kalau kita tambah asuransi, wah itu perlu kita pertimbangkan kembali. Apalagi kalau ada CCTV misal di 300 ribu TPS. Anggarannya akan jadi problem. Tapi Bapak/Ibu tenang saja, karena C1 ini bisa diakses oleh siapa saja,” jawab Ilham.
Anggota KPU RI, Viryan, mempercayakan pengawasan partisipatif oleh masyarakat. Hampir seluruh penduduk di daerah-daerah di Indonesia telah memiliki ponsel pintar untuk melakukan live streaming proses pungut hitung di TPS.
“Kemajuan teknologi informasi kan sudah massal. Makanya, kita dorong partisipasi masyarakat untuk melakukan streaming. Di Pilkada, kejadian ini terjaid. Nah, gerakan ini bisa dikampanyekan sama-sama,” ujar Viryan.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan, memastikan bahwa Pengawas TPS akan akan menjadi CCTV berjalan. Pihaknya akan menginstruksikan Pengawas TPS untuk merekam proses penghitungan di TPS.
“Pengawas Bawaslu harus jadi CCTV. Jangan sampai lengah untuk mengawasi,” ucap Abhan.