Melalui Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) No.31-PKE-DKPP/III/2019 tertanggal 8 Mei 2019, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Evi Novida Ginting Manik mendapatkan sanksi berupa peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Ketua Divisi Sumber Daya Manusia (SDM), Organisasi, Pendidikan Kilat (Diklat) dan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPU RI. Evi dinilai memiliki tanggungjawab lebih atas ketidakpastian hukum yang timbul akibat tindakan diskualifikasi terhadap seluruh peserta seleksi anggota KPU Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Timur yang memiliki nilai CAT tinggi tanpa dasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam persidangan, terbukti Staf Sekretariat KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, Iwan Kurniawan terbukti menyebarluaskan soal seleksi CAT, namun Alfero, peserta seleksi yang memperoleh nilai tertinggi menyatakan tak pernah mendapatkan bocoran soal.
“Berdasarkan fakta persidangan tersebut di atas para Teradu terbukti telah melanggar prinsip kepastian hukum Pasal 11 huruf (c) Peraturan DKPP No.2/2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Teradu VI Evi Novida Ginting Manik selaku Ketua Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang memiliki tanggungjawab etik yang lebih atas ketidakpastian hukum sebagai akibat dari simplifikasi melakukan diskualifikasi seluruh peserta yang memiliki nilai CAT tinggi tanpa dasar yang dapat dipertanggungjawabkan,” sebagaimana tertuang dalam Putusan DKPP No.31/2019 yang dapat diunduh di laman DKPP.
DKPP berpendapat, para anggota KPU RI semestinya menindaklanjuti kebocoran soal dengan melaksanakan seleksi ulang secara transparan dan akuntabel. Tindakan mendiskualifikasi seluruh peserta yang diduga menerima bocoran karena memperoleh nilai CAT tinggi tidak dapat dibenarkan, karena tak ada kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai hal tersebut.
Selain Evi, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Pengembangan SDM KPU RI, Wahyu Setiawan. Wahyu dipandang memiliki tanggungjawab lebih terhadap tindakan yang melanggar asas keadilan dan menimbulkan ketidakpastian hukum, yakni memperlakukan berbeda pengadu atas nama Adly Yusuf Saepi, terkait persyaratan administrasi peserta seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Wahyu memberikan informasi kepada Tim seleksi, bahwa surat rekomendasi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus ditandatangani oleh gubernur dan tak dapat digantikan oleh pelaksana harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda). Faktanya, hanya Tina Dian Ekawati Taridala, peserta seleksi yang dapat memberikan surat rekomendasi PPK bagi PNS dengan tanda tangan Gubernur Sulawesi Tenggara. Adapun peserta seleksi lain yang membawa surat rekomendasi bertandatangan Plh Sekda tetap diterima.
“Teradu III Wahyu Setiawan selaku Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Pengembangan SDM memiliki tanggungjawab etik yang lebih atas ketidakpastian hukum sebagai akibat dari perlakuan berbeda dalam menyikapi persyaratan administrasi peserta seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara terkait rekomendasi PPK Plh Sekda.”
Rumahpemilu.org menghubungi anggota KPU RI Hasyim Asyarie, Viryan Azis, dan Pramono Ubaid untuk mengkonfirmasi masalah ini. Namun, tak ada tanggapan.