Pada rapat dengar pendapat (RDP) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah, disepakati bahwa penyelenggara pemilu tak diperbolehkan menerima honorarium sebagai pembicara pada kegiatan yang diadakan oleh peserta pemilu dan tim kampanye. Penyelenggara pemilu telah mendapatkan fasilitas berupa uang transportasi, uang makan, dan tempat penginapan dari sekretariat lembaga penyelenggara pemilu.
“Bisa kami terima agar penyelenggara pemilu tidak menerima honor, asalkan kebutuhan perjalanan dinas dibiayai oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu),” kata Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai Demokrat, Fandi Utomo, pada RDP di Senayan, Jakarta Selatan (18/9).
Selain itu, disepakati pula bahwa penyelenggara pemilu boleh menerima honorarium pembicara apabila diundang oleh lembaga negara atau acara sosialisasi yang pendanaannya berasal dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) atau APB Daerah (APBD). Jumlah honorarium tak boleh melebihi jumlah yang ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Anggota DKPP, Ida Budhiati, mengatakan bahwa ada penyelenggara pemilu yang meminta agar tetap diperbolehkan menerima honorarium. Namun, menurut Ida, uang kehormatan penyelenggara pemilu saat ini tak sekecil uang kehormatan penyelenggara pemilu periode 2001, 2007, dan 2012.
“Waktu itu ketua hanya mendapat uang kehormatan 12 juta dan anggota 10 juta. Tapi sekarang sudah ada penyesuaian dan jumlahnya memadai,” kata Ida.
Tak diperbolehkannya penyelenggara pemilu menerima honorarium dari peserta pemilu diyakini akan menjaga kehormatan penyelenggara pemilu.