August 9, 2024

DPR: PKPU dan PP Jangan Lucuti Tiga Posisi Besar Presiden dan Wakil Presiden

Aturan mengenai cuti kampanye bagi presiden dan wakil presiden mengundang debat kusir antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Aturan di dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) menghendaki agar presiden dan wakil presiden memberikan surat pemberitahuan kepada KPU jika yang bersangkutan akan melakukan cuti kampanye. Berbeda dengan pengaturan cuti di pilkada, presiden dan wakil presiden tak perlu cuti selama masa kampanye, melainkan hanya pada saat akan berkampanye.

(Penjabaran KPU mengenai cuti kampanye presiden dan wakil presiden dapat dibaca di sini http://rumahpemilu.org/fraksi-partai-golkar-pertanyakan-kewajiban-cuti-kampanye-petahana-capres/.)

Anggota Komisi II ramai menolak penggunaan kata cuti. Rambe Kamarul Zaman dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) misalnya, mengatakan Pasal 281 Undang-Undang (UU) Pemilu dibuat dalam konteks agar presiden dan wakil presiden diikutsertakan dalam kampanye. Satu-satunya syarat yang harus dipenuhi oleh presiden dan wakil presiden saat berkampanye adalah tidak menggunakan fasilitas negara kecuali fasilitas pengamanan. Presiden, kata Pasal 301, dalam berkampanye tetap memperhatikan tugas dan kewajibannya sebagai presiden atau wakil presiden.

“Jangan kita buat endingnya cuti presiden. Bunyi Pasal 281 itu adalah kampanye pemilu yang mengikutsertakan, bukan jika presiden berhalangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persis di halaman 281, cuti adalah meninggalkan pekerjaan karena sakit karena ini karena itu, termasuk di dalamnya istirahat. Jadi, soal cuti ini kita kasih aturan yang jelas (di PKPU). Jika ini, jika ini, jika ini,” tegas Rambe.

Amirul Tamim, politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mempertanyakan teknis cuti lebih lanjut dan kemungkinan pelimpahan wewenang jika presiden dan wakil presiden cuti. Tak boleh ada kekosongan jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan.

“Bagaimana kalau ketika presiden dan wakil presiden cuti, lalu ada sesuatu yang butuh pengambilan keputusan atau kebijakan? Kata cuti ini bisa dipersoalkan ketika presiden ingin mengambil kebijakan yang tidak bisa dilimpahkan ke wakil presiden,” tukas Amirul.

Rambe bersikeras tak boleh ada pelimpahan wewenang presiden dan wakil presiden, baik kepada Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, ataupun Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg). Sikap Rambe didukung oleh Ahmad Riza Patria dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Komarudin Watubun dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Mardani Ali Sera dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

“Usul saya, kata cuti atau apapun dimaknai dengan penggunaan fasilitas negara. Tapi, jabatan presiden tidak boleh kurang satu menit pun. Kecuali, presiden mangkat atau berhenti, baru dia boleh berhenti,” kata Komar.

Pemerintah akan keluarkan Peraturan Pemerintah (PP)

Perwakilan Pemerintah, Suhajar Diantoro, mengatakan Pemerintah akan segera mengeluarkan PP mengenai kampanye presiden dan wakil presiden. PP bertolak dari aturan Pasal 281 UU Pemilu dan ditujukan agar tak terjadi kekosongan kepala pemerintahan saat presiden dan wakil presiden melakukan kampanye.

Dalam rancangan PP, yakni Pasal 12, presiden dan wakil presiden wajib mewujudkan kelancaran pemerintahan dan negara serta asas-asas pemerintahan yang baik. Pasal 19, pelaksanaan cuti kampanye presiden dan wakil presiden  dilakukan secara bergantian berdasarkan kesepakatan antara presiden dan wakil presiden. Mensesneg menyampaikan jadwal cuti kampanye presiden dan wakil presiden kepada KPU.

“Jadi, saat presiden mau kampanye, dia tak masuk kerja karena kampanye. Kemudian, Mensesneg menyampaikan jadwal tak masuk kerja itu ke KPU. Presiden dengan wakil presiden ngatur nanti jadwalnya, agar tidak terjadi kekosongan di jam-jam mereka cuti,” terang Soni.

PP akan diselesaikan pada Kamis (5/4). Tak ada frasa cuti di luar tanggungan negara di dalam PP. Suhajar menekankan, jadwal kampanye presiden dan wakil presiden dapat dilakukan secara fleksibel.

“Kalau misal rencana kampanye jam 7, tapi jam 8 ada kebanjiran, ya merubah saja jadwal kampanyenya. Mensesneg bilang ke KPU gak jadi karena ada sesuatu yang mendesak. Jadi ya fleksibel saja,” tutup Suhajar.

Surat yang disampaikan Mensesneg ke KPU bukan surat izin cuti kampanye presiden dan wakil presiden, melainkan surat pemberitahuan untuk berkampanye.

KPU dipersilakan menyusun aturan mengenai kampanye presiden dan wakil presiden selaras dengan PP. Mardani berpesan, “Hati-hati memformulasi PP dan PKPU. Bukan domain kita untuk melucuti tiga besar kewenangan presiden.”