August 8, 2024

DPR Punya Selera OLEH FADLI RAMADHANIL

Proses pengisian anggota KPU dan Bawaslu RI periode 2022-2027 kini berada di tangan DPR. DPR akan memilih tujuh dari 14 nama calon anggota KPU. Hal yang sama juga akan dilakukan untuk pengisian calon anggota Bawaslu. DPR punya otoritas untuk memilih lima nama dari 10 calon anggota Bawaslu yang sudah diajukan oleh presiden pada pekan lalu.

Selera DPR akan menentukan siapa orang yang akan diberikan amanah untuk menjalankan dan menjaga pelaksanaan Pemilu 2024 yang pasti akan sangat kompleks dan rumit. Apalagi, jika kerangka hukum pilkada juga tidak berubah, di tahun 2024 juga akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak di 33 provinsi dan 500 lebih kabupaten/kota pada November. Butuh anggota KPU dan Bawaslu yang tidak hanya profesional, tetapi juga matang dan punya daya tahan fisik serta mental yang kuat untuk menjalani semua tantangan ini.

Tak hanya selera politik

Proses pemilihan anggota KPU dan Bawaslu di DPR diharapkan tidak hanya berbasis selera politik parpol. Integritas, profesionalitas, daya tahan, rekam jejak yang mumpuni hendaknya dijadikan pertimbangan utama bagi DPR. Hal ini penting untuk dijaga oleh DPR karena proses penyelenggaraan Pemilu 2024 adalah pertaruhan besar untuk demokrasi dan transisi kepemimpinan Indonesia.

Secara konsep, semua orang yang diajukan oleh presiden dapat dianggap memenuhi syarat sebagai anggota KPU dan Bawaslu. Namun, di tengah jadwal seleksi yang sangat sempit, tentu belum semua hal bisa dinilai dan dipertimbangkan oleh tim seleksi. Apalagi terdapat beberapa kali kritik dari publik terhadap pelaksanaan seleksi KPU dan Bawaslu periode 2022-2027. Mulai dari komposisi timsel yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017. Termasuk juga tidak dibukanya hasil tes kemampuan akademik peserta berbasis komputer kepada publik.

Kebijakan timsel yang tidak mau membuka hasil tes kemampuan akademik peserta ini bahkan dinilai mundur jika dibandingkan dengan proses rekrutmen anggota KPU dan Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota, yang begitu tes selesai, hasilnya dapat dilihat oleh publik secara luas. Hal tersebut tentu berdampak signifikan sebagai sebuah akuntabilitas tes yang bersifat terbuka bagi calon pejabat publik.

DPR perlu mempertimbangkan seluruh aspek sebelum memilih calon anggota KPU dan Bawaslu. Mulai dari rekam jejak dan integritas, pengalaman kepemiluan, dan tentu visi dari masing-masing calon untuk menjawab tantangan pelaksanaan Pemilu 2024. Oleh sebab itu, proses pemilihan yang akan segera dilakukan oleh DPR sedapat mungkin tidak hanya berdasar pada selera politik semata.

Salah satu hal yang sangat penting dihindari di dalam pemilihan anggota KPU dan Bawaslu oleh DPR adalah praktik transaksional antara partai dan calon. Baik calon maupun partai mesti menahan diri, untuk tidak saling membuat komitmen yang akan merusak independensi dan menimbulkan keberpihakan di dalam penyelenggaraan pemilu. Komunikasi politik antara calon dengan partai tentu sesuatu yang mustahil dinihilkan. Tetapi, komunikasi itu mesti tahu batas. Bahwa mengaitkan keterpilihan calon anggota KPU dan Bawaslu dengan kepentingan kontestasi partai atau peserta pemilu di Pemilu 2024 adalah sesuatu yang mesti diharamkan.

Bagi calon, jika ada yang melakukan transaksi dengan janji akan membantu, memudahkan, atau melakukan tindakan yang akan menguntungkan partai atau sebagian partai di Pemilu 2024, sesungguhnya ia telah menggadaikan integritas Pemilu 2024, bahkan sebelum penyelenggaraan pemilu dimulai.

Bagi partai pun berlaku hukum yang sama. Jika ada calon yang berjanji akan memberikan keberpihakannya kepada partai atau sebagian partai dalam Pemilu 2024 agar dipilih menjadi komisioner, sudah sepatutnya tak layak untuk dipilih. Belum jadi penyelenggara pemilu saja sudah mau merontokkan integritas dirinya. Apalagi jika nanti terpilih. Siap-siap saja partai akan dicurangi. Sebab jika ada orang berlaku seperti itu, ia hanya akan bersetia pada kepentingan dirinya. Bukan pada nilai dan integritas pemilu dan demokrasi. Selamat memilih dewan yang terhormat.

FADLI RAMADHANIL, Peneliti Hukum Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/02/06/dpr-punya-selera