January 31, 2025

Durasi Masa Kampanye Pemilu dan Pilkada 2024 Diperdebatkan

Durasi masa kampanye diperdebatkan pada rapat dengar pendapat (RDP) Kamis (16/9). Usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membuat masa kampanye berdurasi kurang lebih tujuh bulan dinilai terlalu panjang. Masa kampanye yang terlalu panjang dikhawatirkan menyebabkan polarisasi di masyarakat semakin membesar.

“Dampaknya, dari Pemilu 2019, kasihan polarisasinya lama tujuh bulan. Kami ingin lebih pendek agar polarisasi tidak terlalu panjang terjadi. Saat konsinyering kan masa kampanye hanya empat bulan,” tandas Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, pada RDP tersebut.

Sebagai penyiasatan terhadap penyiapan, pengadaan, dan distribusi logistik Pemilu Serentak 2024 yang rumit, Tito menyarankan agar dibuat regulasi khusus pengadaan logistik Pemilu dengan pendampingan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Tujuannya, agar logistik dapat diproduksi dan didistribusikan secara tepat jumlah, tujuan, dan waktu.

Memang, masa kampanye yang panjang dimaksudkan KPU agar pengadaan dan pengiriman kebutuhan logistik tak terlalu mepet. Di Pemilu 2019, waktu yang singkat menyebabkan distribusi logistik terlambat sampai di tujuan.

“KPU usulkan menambah durasi kampanye dengan menyamakan durasi kampanye dengan kampanye Pemilu 2019, yaitu selama 209 hari atau tujuh bulan, untuk menghindari tidak tepatnya distribusi logistik datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara),” tutur Ketua KPU RI, Ilham Saputra.

Tujuh bulan ini terbagi untuk pengadaan logistik dan lelang dua bulan, produksi dan pengiriman logistik tiga bulan, serta pengelolaan gudang dan distribusi logistik 50 hari.

Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hugua, setuju dengan Mendagri agar durasi kampanye diperpendek. Calon yang berkontestasi di kampanye Pemilu telah mengelola basis massa jauh hari sebelum masa kampanye. Jika durasi kampanye diperpanjang, modal yang dikeluarkan calon untuk berkampanye akan membengkak.

“Karena, pemenang itu kampanye sudah lima tahun. Jadi, kalau diperpanjang, mampus kita pemain ini. Kampanye itu kan hanya hura-hura, bukan kita bertarung ke sana ke sini. Saya malah usulkan, kampanye presiden dua bulan saja. Karena kampanye ini kan berbahaya untuk Covid,” pungkas Hugua.

Sementara itu, mengenai durasi kampanye, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyampaikan permasalahan yang berpotensi menyebabkan tidak samanya masa kampanye yang dapat digunakan oleh seluruh calon. Sebab, masa kampanye berhimpitan dengan sengketa proses dan penanganan pelanggaran. Undang-Undang (UU) Pemilu dan UU Pilkada menyebutkan masa kampanye dimulai tiga hari setelah penetapan calon, sementara dalam penetapan calon, biasanya terjadi gugatan sengketa proses kepada Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan Mahkamah Agung (MA). Proses penyelesaian sengketa proses di lembaga peradilan di luar Bawaslu mesti menjadi perhatian agar prinsip adil kepada semua peserta pemilu tetap dapat diberikan.

“Kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa proses, waktunya sangat cukup, 12 hari. Tetapi, yang jadi persoalan, ada hal yang setelah proses di Bawaslu, ada di ruang peradilan lain, yaitu MA, PTUN, PTTUN. Tentu harus ada visi yang sama antara penyelenggara pemilu dengan di luar penyelenggara,”  terang Ketua Bawaslu RI, Abhan.