January 31, 2025

Edward Hiariej Nilai Putusan DKPP atas Evi Novida Invalid

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej, menilai Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) No.317/2020 yang memberhentikan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Eni Novida Ginting, sebagai putusan yang invalid. Pasalnya, putusan tidak dijalankan dengan hukum acara yang benar. Pelapor telah mencabut aduannya dan tak ada alat bukti yang diperiksa.

“Dalam konteks hukum pembuktian, dalam Peraturan DKPP itu sendiri mengatakan bahwa alat bukti yang harus dipertimbangkan adalah keterangan pengadu. Kalau sudah mencabut, kan gak ada lagi keterangan yang dia dengarkan. Jadi, Putusan DKKPP itu invalid. Ini perkara sudah dicabut pengaduannya yang seharusnya tidak diperiksa, tapi dia masih memeriksa, tidak sesuai dengan hukum acara,” jelas Edward pada webinar “Pasca Putusan DKPP No.317/2020: Telaah Proses Politik Hukum dan Konfigurasi Penyelenggara Pemilu” pada Senin (18/5).

Edward bahkan melihat DKPP tak berwenang mengadili laporan pengadu, sebab kasus yang diadukan bukanlah perkara etik, melainkan beda penafsiran atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). DKPP, kata Edward, tak memenuhi kompetensi absolut.

“Saya melihat ini soal penafsiran Putusan MK, dimana DKPP menafsirkan A, KPU manafsirkan B. Jadi, sama sekali bukan soal etika di sini. Jadi, dari segi kompetensi ablsolut saja, dia tidak memenuhi,” tandasnya.

Selain itu, Edward menyebut DKPP tak menjalankan prinsip kepastian hukum dan keadilan. Dalam banyak kasus yang diputus oleh DKPP, perkara yang telah dicabut oleh pengadu selalu dihentikan. DKPP juga memberikan sanksi yang berbeda dengan teradu anggota KPU lainnya.

“Ini mengapa dalam kasus anggota KPU atas nama Evi Ginting kok dia meneruskan? Bahkan memecat. Yang tergugat lainnya hanya diberi teguran, tapi Evi khusus diberhentikan,” ujar Edward.

Edward tak menyalahkan Presiden Joko Widodo yang telah menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian kepada Evi. Menurutnya, Presiden telah menjalankan tugas administratifnya terhadap Putusan DKPP.

“Presiden straight to the rule, ketika ada Putusan DKPP final and binding, suka tidak suka, proses harus keluar surat pemberhentian. Karena dalam konteks ini, presiden tidak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, tapi dia pelaksana administratif. Kalau tidak dilakukan, malah presiden salah,” ungkap Edward.

Presiden dapat menerbitkan kembali surat pengangkatan Evi jika Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan Putusan DKPP dan mengembalikan kedudukan Evi sebagai anggota KPU. DPR diharapkan menunggu hasil sidang di PTUN sebelum menindaklanjuti keputusan Presiden.

“Saya berharap, DPR bisa menunggu hasil sidang di PTUN. Jadi, tidak buru-buru untuk mengambil keputusan menindaklanjuti keputusan Presiden, tetapi bersabar sedikit sambil menunggu Putusan PTUN terhadap kasus Bu Evi,” tutur Edward.

Edward juga berharap, DKPP selanjutnya diisi oleh orang-orang yang mumpuni dalam persoalan hukum dan etika. Tak semestinya DKPP diisi oleh orang yang tak terpilih sebagai anggota KPU atau Badan Pengawas Pemiliha Umum (Bawaslu).

“Mengenai keanggotaan DKPP, ini persoalan etika. Jangan yang duduk di DKPP adalah mereka yang tadinya kompetitor ketika tidak terpilih sebagai KPU dan Bawaslu. DKPP seharusnya diisi oleh orang-orang yang sudah lebih bijak, mumpuni, dan bisa memahami persoalan hukum dan etika,” tutupnya.