Pada rapat kerja Panitia khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu bersama Pemerintah, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan tetap mengajukan sistem proporsional terbuka sebagai sistem pemilu legislatif (pileg). Alasannya, sistem proporsional terbuka memberikan kedaulatan kepada rakyat untuk memilih anggota legislatif berdasarkan profil calon legislatif (caleg) dan memberikan kesempatan kepada semua caleg untuk memenangkan hati rakyat berdasarkan upaya terbaik masing-masing.
“Biarkan caleg dipilih berdasarkan amal solehnya masing-masing di dapil (daerah pemilihan). Sistem proporsional terbuka, selain adil, berguna pula untuk mendekatkan caleg dengan konstituennya,” jelas anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi PAN, Viva Yoga, di Senayan, Jakarta Selatan (19/1).
Selain mengusulkan sistem proporsional terbuka, PAN juga mengusulkan formulasi pengaturan parlemen. PAN mengusulkan besaran dapil sebesar 4-10 kursi dengan ambang batas parlemen sebesar 0 hingga 3,5 persen. Konversi suara menggunakan metode Kuota Hare.
“Semakin tinggi ambang batas parlemen, semakin tinggi tingkat disproporsionalitasnya. Akan banyak suara sah nasional yang tidak terkonversi jadi kursi. Padahal, partai peserta pemilu sudah melalui dua tahap yang cukup sulit, tahap di Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) dan tahap verifikasi,” jelas Viva.
Untuk isu ambang batas pencalonan presiden, PAN berpendapat bahwa tak diperlukan adanya ambang batas presiden. Partai yang telah lolos ambang batas parlemen dapat mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden.