Mahkamah Konstitusi (MK) menilai frasa “bersifat mengikat” dalam Pasal 9 huruf a UU 10/2016 telah mengaburkan makna konsultasi. Konsultasi dimaksudkan sebagai forum bertukar pikiran untuk mendapatkan nasihat, saran, dan sebagainya. Frasa “bersifat mengikat” justru bersifat menyandera ketimbang bertukar pikiran.
“Adanya frasa ‘yang keputusannya bersifat mengikat’ telah menghilangkan, atau setidak-tidaknya mengaburkan, makna konsultasi dalam Pasal 9 huruf a UU 10/2016 tersebut,” kata Aswanto, hakim MK saat membacakan pertimbangan hukum terhadap pokok permohonan 92/PUU-XIV/2016.
Frasa itu berimplikasi pada tereduksinya kemandirian Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam forum konsultasi tersebut, bukan tidak mungkin tidak tercapai keputusan yang bulat atau bahkan tidak ada kesimpulan sama sekali. Ini terjadi karena tidak ada kesepakatan di antara fraksi-fraksi di DPR atau antara DPR dan KPU.
Dalam keadaan tersebut, frasa “bersifat mengikat” telah menyandera KPU dalam melaksanakan kewenangannya untuk merumuskan peraturan KPU dan pedoman teknis.
“Kewenangan untuk merumuskan peraturan KPU menjadi tidak dapat dilaksanakan sebab menjadi tidak jelas keputusan mana atau apa yang harus dilaksanakan oleh KPU,” kata Aswanto.