Menjelang putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada 19 April 2017, Deputi Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, mengimbau agar kelurahan, kecamatan, dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta memperketat syarat bagi warga luar Jakarta untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik DKI Jakarta. Pasalnya, beredar isu bahwa partai-partai pengusung pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur mengintruksikan kepada kadernya untuk membuat KTP elektronik DKI Jakarta.
“Syaratnya kan harus enam bulan pernah tinggal di Jakarta. Jadi, kalau yang bersangkutan tidak punya bukti yang kuat sudah pernah tinggal di Jakarta selama enam bulan dan tidak punya aktivitas rutin di Jakarta, seperti bekerja atau sekolah di Jakarta, jangan diberikan,” kata Nanto, pada diskusi “Validitas DPT Pilkada DKI dan Ancaman terhadap Pemilihan Jurdil” di Cikini, Jakarta Pusat (12/4).
Daftar pemilih DKI Jakarta, menurut Nanto, amat berpotensi untuk digerakkan menuju mobilisasi pemilih ilegal. DKI Jakarta merupakan wilayah yang bersinggungan dengan daerah lain. Pengerahan massa pada hari pemungutan suara harus dikawal.
“Paslon (pasangan calon) jangan protes DPT invalid atau ada pengerahan massa dari paslon Z. Kontrol saja semua pintu masuk kecurangannya. Kawal itu kelurahan, kecamatan, dan Disdukcapil,” tukas Nanto.
Nanto berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta dan Panitia Pengawas (Panwas) dapat memaksimalkan pengawasan menjelang dan pada hari pemungutan suara. Apabila menemukan pelanggaran, Panwas tak boleh pandang bulu untuk melaporkan.