Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, menyatakan prihatin terhadap perkembangan RUU Pemilu. RUU Pemilu tak menuju perbaikan dan tak mendorong terselenggaranya pemilu yang akuntabel dan berkeadilan.
“Misalnya tentang presidential threshold (PT) dan penataan daerah pemilihan (dapil). PT bertentangan dengan Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) dan penataan dapil diambil alih oleh anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang notabenenya adalah peserta pemilu,” jelas Hadar pada diskusi “Menuju Sidang Paripurna RUU Pemilu: Pertaruhan Kepentingan Jangka Pendek Pembentuk UU” di Guntur, Jakarta Selatan (19/7).
Penataan dapil secara keseluruhan semestinya dilakukan oleh penyelenggara pemilu agar tercipta alokasi kursi dan keterwakilan yang adil.
Hadar kemudian berpendapat bahwa KPU menjadi pihak yang paling terbebani atas lambatnya pembahasan RUU Pemilu. Pasalnya, KPU mesti membuat alternatif desain tahapan dalam bentuk Peraturan KPU (PKPU).
Hal tersebut juga mendorong KPU melanggar UU Pemilu yang masih berlaku. Terlebih, Pemerintah dan DPR menolak membahas draf PKPU yang dibuat berdasarkan UU Pemilu yang lama.
“KPU pontang-panting. Harus buat alternatif desain tahapan karena di satu sisi UU Pemilu yang lama masih berlaku, di sisi lain RUU Pemilu tidak ada kepastian kapan selesainya. Sementara itu, waktu persiapan mereka semakin pendek,” kata Hadar.
Hadar mengingatkan, semakin sedikit waktu untuk mempersiapkan tahapan Pemilu Serentak 2019, potensi terjadinya kesalahan semakin besar. RUU Pemilu mesti segera diselesaikan dan DPR tak bisa menunda lagi.