Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Warga Muda, Golongan Hutan, Campaign.com, dan Change.org merilis hasil jajak pendapat mengenai Harapan dan Persepsi Kaum Muda terhadap Pilkada. Jajak pendapat yang dilakukan secara online selama 12 Oktober sampai 10 November 2020 ini melibatkan hampir 9.100 orang muda di 34 provinsi. Mayoritas atau 82 persen berusia 17 hingga 30 tahun.
“Individu yang ikut survei adalah mereka yang punya akses kepada internet. Itulah kenapa kami sebut mereka sebagai active citizen karena mereka aktif menggunakan media sosial,” kata Direktur Kemitraan Change.org Indonesia, Desma Murni pada diskusi daring “Peluncuran Hasil Jajak Pendapat Harapan dan Persepsi Anak Muda terhadap Pilkada 2020” (24/11).
Dari hampir 9.100 responden yang tersebar di 47 persen kota dan 52 persen kabupaten di 34 provinsi, 19 persen responden berdomisili di Jawa Barat. 13 persen di Jawa Timur, 13 persen di Jawa Tengah, 9 persen di Jakarta, 5 persen di Banten, 3 persen di Sumatera Utara, dan persentase kecil lainnya di 29 provinsi lainnya.
Sementara untuk latar belakang pekerjaan, 48 persen responden merupakan pelajar dan mahasiswa, 21 persen karyawan swasta, 10 persen tidak bekerja, 5 persen pekerja paruh waktu, dan persentase kecil lainnya profesi akademisi, guru dan dosen, aparatur sipil negara (ASN), pekerja sosial, pekerja lembaga nonpemerintah, dan lain-lain.
52 persen kaum muda biasa saja menyambut Pilkada
Hanya 27 persen kaum muda yang menyatakan antusias menyambut Pilkada Serentak 2020. Alasannya, paling banyak menjawab karena ingin daerahnya berkembang. Alasan kedua terbanyak, ingin pemimpin yang lebih baik.
Berbeda dengan 27 persen kaum muda, 55 persen kaum muda lainnya menyatakan biasa saja menyambut Pilkada. Bahkan, 14 persen atau seribu responden mengatakan tidak antusias.
Tak antusiasnya kaum muda disebabkan oleh pilkada yang dilaksanakan di masa pandemi, anggapan pilkada tak membawa perubahan, tidak ada kandidat yang bagus atau disukai, malas, ada kegiatan di luar daerah, dan lain-lain.
“Mungkin karena tidak ada paslon yang datang menyerap aspirasi anak muda,” tukas Komisaris Warga Muda, Wildansyah.
3 dari 5 responden menganggap penting bagi kaum muda untuk menyuarakan aspirasi di Pilkada. Dan, 4 dari 5 responden menilai penting bagi kaum muda untuk memilih dan mengawal pemerintahan setelah pilkada.
Masalah penting bagi kaum muda
42 persen kaum muda memandang masalah ekonomi atau kesejahteraan sebagai masalah yang paling penting untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Berikutnya, masalah infrastruktur, penegakan hukum, lingkungan, pendidikan, sosial, kesehatan, dan kebencanaan.
“Mayoritas responden yang menyatakan peduli pada ekonomi dan kesejahteraan, itu responden yang ada di kota-kota besar di Pulau Jawa. Nah, di wilayah timur seperti NTT (Nusa Tenggara Timur), Sulawesi, mereka menyampaikan persoalan infrastruktur dan pendidikan,” jelas Koordinator Golongan Hutan, Edo Rahman.
Pada isu ekonomi, mayoritas kaum muda menyoroti masalah kurangnya lapangan pekerjaan. Di isu penegakan hukum, yang paling disorot dan diminta untuk diselesaikan adalah masalah korupsi dan penegakan hukum yang tebang pilih.
Di isu kesehatan, masalah rendahnya kesadaran masyarakat terkait kesehatan dan kebersihan, juga fasilitas kesehatan yang kurang memadai, jadi perhatian mayoritas kaum muda.
Selanjutnya, terkait isu pendidikan, kaum muda berperhatian pada masalah standar pembelajaran yang timpang antara pusat dan daerah, tingginya angka putus sekolah, kesejahteraan tenaga pengajar yang belum terpenuhi, dan susahnya akses ke pendidikan tinggi.
“Untuk masalah sosial, yang paling penting harus diselesaikan adalah miras dan obat terlarang. Kedua, tingginya angka tunawisma dan pengangguran,” ujar Edo.
Untuk isu lingkungan, kaum muda meminta agar sampah dan limbah dikelola dengan baik, serta pengendalian dan penanganan polusi.
Terakhir, isu infrastruktur, masalah akses jalan umum yang tidak layak, fasilitas umum termasuk transportasi yang tidak layak, dan akses listrik yang kurang merata menjadi masalah prioritas yang diinginkan oleh kaum muda untuk segera diselesaikan.
Kaum muda aktif di ranah politik nonformal
Peneliti Perludem, Maharddhika mengatakan bahwa kaum muda yang menjadi responden Jajak Pendapat bukanlah kaum muda yang apatis. 36 persen responden mengaku aktif di komunitas atau organisasi. 3 persen mengklaim aktif di partai politik. 43 persen menjawab tak tertarik bergabung dengan partai politik. Sementara 15 persen responden ingin bergabung dengan partai politik namun tak mengetahui cara menjadi anggota partai.
Sebagaimana riset yang pernah dilakukan oleh Perludem, kaum muda memang aktif di ranah politik nonformal, seperti organisasi dan komunitas. Sedangkan, ketidakaktifan kaum muda di ranah politik formal lebih disebabkan oleh akses, bukan apatisme.
“Mereka aktif di komunitas, di politik non formal. Dan, ketidakaktifan mereka di politik formal bukan karena mereka apatis, tetapi karena politik formal dipandang tidak bisa membawa perubahan,” tandas Dhika.
Pemimpin yang ideal di mata kaum muda
Jajak Pendapat juga menanyakan responden terkait karakteristik pemimpin muda yang diinginkan oleh kaum muda. Mayoritas responden mengatakan, jika mereka memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin, maka mereka akan menjadi pemimpin yang memiliki visi pembangunan yang berkelanjutan. Terbanyak kedua, ingin menjadi pemimpin yang responsif terhadap masalah dan aspirasi masyarakat. Ketiga, pemimpin yang anti korupsi.
Memastikan keterlibatan kaum muda
Menurut Dhika, jawaban yang diberikan oleh hampir 9.100 responden menunjukkan bahwa kaum muda mau terlibat dalam politik, utamanya politik nonformal, mau memperjuangkan aspirasinya, dan bersedia untuk mengawal pemerintahan hasil pilkada.
Ada lima aksi yang akan dilakukan oleh kaum muda di Pilkada Serentak 2020, yakni memastikan janji-janji kampanye kepala daerah terpilih dipenuhi, memonitor berita dan bersuara di media sosial, bersama-sama organisasimu mengawasi pelaksanaan pembangunan di daerah, hadir dan terlibat dalam penyusunan rencana pembangunan, dan mempercayai Pemerintah Daerah (Pemda).
“10 persen menyatakan akan hadir dan terlibat dalam penyusunan rencana pembangunan, dan 8 persen akan percaya pada Pemda,” tutur Wildan.
Tak hanya itu, untuk memastikan aspirasi kaum muda dilaksanakan oleh Pemda, kaum muda juga menyatakan akan melakukan lima hal. Pertama, mendukung organisasi-organisasi yang memantau kinerja pemerintah daerah. Kedua, aktif berorganisasi dan bergabung dalam komunitas. Ketiga, memulai dan menandatangani petisi. Keempat, beraudiensi atau menyampaikan aspirasi secara langsung. Kelima, memantau dan mendesak lewat media sosial.