Pasca debat kedua Pilkada Jakarta, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ketiga paslon masih belum menunjukkan platform kampanye yang konkret guna memberantas korupsi di pemerintahan provinsi. ICW memandang, Minimnya komitmen antikorupsi mengkhawatirkan bagi tata kelola pemerintahan Jakarta ke depan.
“Namun di Jakarta, ICW mencatat bahwa seluruh pasangan calon yang tengah berkontestasi dan telah berkampanye masih belum secara memuaskan menunjukkan gagasan dan rencana mereka untuk melawan korupsi,” tulis ICW melalui keterangan tertulis, Jakarta (29/10).
Padahal, pemerintah provinsi Jakarta layaknya banyak pemerintahan daerah lainnya, persoalan korupsi masih menjadi masalah serius bagi pemerintahan daerah. Menurut catatan ICW, jika mengacu pada dokumen visi-misi, pasangan calon Dharma Pongrekun – Kun Wardana serta Pramono Anung – Rano Karno sama sekali tidak mencantumkan secara eksplisit isu korupsi.
“Sedangkan untuk pasangan Ridwan Kamil – Suswono, meski mereka mencantumkan sejumlah poin terkait penanganan korupsi–utamanya pada poin sektor pendidikan dan reformasi birokrasi, gagasan yang tertuang masih bersifat terlalu abstrak dan belum secara tepat dapat memberikan solusi realistis untuk membenahi akar persoalan korupsi di Jakarta,” terang ICW.
Keringnya gagasan antikorupsi pada dokumen resmi visi-misi seluruh pasangan calon juga tercerminkan pada debat perdana di tanggal 6 Oktober 2024 dengan tema “Penguatan Sumber Daya Manusia dan Transformasi Jakarta menjadi Kota Global.” Dalam debat tersebut, tidak terlihat ide-ide terkait rencana pencegahan dan pemberantasan korupsi yang sebetulnya sangat berkelindan dengan tema debat yang diangkat.
“Setidaknya terpantau bahwa isu antikorupsi pada debat perdana tersebut hanya terucap oleh Suswono tentang gagasan pelayanan aduan langsung oleh rakyat melalui hotline kantor gubernur,” tulis ICW.
Sedangkan pada debat kedua yang digelar pada 27 Oktober 2024 dengan tema “Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial,” ICW mencatat perdebatan tidak menghadirkan tentang isu aktual dan gagasan pemberantasan serta pencegahan korupsi. Tercatat isu antikorupsi hanya disebut oleh Kun Wardana tentang gagasan penggunaan blockchain sehingga dapat mencegah korupsi, pungutan liar di berbagai sektor, termasuk pengadaan barang dan jasa.
“Sekalipun sempat terucap pada debat pertama dan debat kedua, gagasan antikorupsi yang dilontarkan pun masih belum menggambarkan pemahaman permasalahan korupsi di Jakarta sehingga gagasannya masih terkesan masih terlalu mengawang karena tidak berangkat dari persoalan aktual,” lanjut ICW.
Sebut saja fakta bahwa pada tahun 2018, Badan Kepegawaian Negara (BPN) mencatat bahwa Provinsi Jakarta menempati posisi teratas sebagai provinsi dengan pegawai negeri sipil terbanyak yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi. Beberapa kasus korupsi teranyar yang melibatkan pemerintahan provinsi Jakarta berangkat dari pengadaan barang dan jasa, spesifiknya dengan pengadaan lahan. Seperti kasus di Cengkareng, Rorotan, serta Cipayung.
“Ketimbang berlomba-lomba untuk menjual gimmick terkait program-program baru, sebetulnya para calon kepala daerah bisa mengangkat gagasan-gagasan yang meski terlihat sederhana tetapi justru mengoptimalkan modalitas antikorupsi yang sudah ada,” imbuhnya.
ICW mencontohkan, bagaimana memperkuat Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP); menawarkan model peningkatan integritas internal pemerintah provinsi melalui kebijakan pengelolaan konflik kepentingan yang progresif atau kolaborasi dengan KPK untuk meningkatkan kualitas pelaporan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) di jajaran pemerintah provinsi nantinya; atau membuka lebih lebar transparansi dan partisipasi publik dari pengadaan barang dan jasa yang sebetulnya sudah terakomodir melalui kanal Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). []