Di tengah berbagai kontroversi yang ada terkait dengan ditunda atau tidak, tahapan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) 2020 terus berlanjut. Saat ini sedang berlangsung masa kampanye yang dimulai sejak 26 September dan akan berakhir pada 5 Desember mendatang.
Berbagai metode kampanye telah diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk digunakan para kandidat dalam menjangkau dan meyakinkan masyarakat pemilih. Tujuannya tentu agar pemilih datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada 9 Desember nanti, dan mencoblos calon yang sesuai dengan yang mereka kehendaki.
Pilkada 2020 lebih rumit, kompleks, mahal, dan berisiko ketimbang pilkada-pilkada sebelumnya. Keberadaan wabah menular covid-19 membuat pemilihan harus dijalankan dengan protokol kesehatan yang ketat. Banyak aspek pemilihan yang terdampak pemberlakuan protokol kesehatan ini. Termasuk pula tata cara berkampanye calon. Kalau sebelumnya calon lebih banyak berkampanye secara terbuka dan berinteraksi langsung, saat ini gerak mereka jadi lebih terbatas. Guna menghindari penularan covid-19, para calon dianjurkan untuk mengoptimalkan kampanye melalui media daring atau media sosial. Tentu bukanlah hal yang mudah.
Penyesuaian metode kampanye ini juga memengaruhi kemampuan pemilih perempuan dalam mengkases informasi. Khususnya terkait tata cara pemilihan maupun akses pada profil dan rekam jejak para calon. Hal ini disebabkan perempuan di masa pandemi menghadapi beban berlipat dalam kehidupan sehari-hari mereka. Bila sebelumnya beban ganda itu berkaitan dengan peran domestik dan publik yang dilekatkan secara bersamaan, di masa pandemi beban itu semakin berlipat. Sebut saja kegiatan sekolah dari rumah yang mayoritas membuat para ibu harus memerankan diri ekstra sebagai ‘guru’ bagi anak-anak mereka. Para ibu harus memastikan anak-anak tidak tertinggal dan bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh dengan baik.
Tiga kali debat
Salah satu metode kampanye yang strategis karena mampu menjangkau pemilih dalam jumlah besar ialah debat publik atau debat terbuka antarpasangan calon. Debat ini akan berlangsung paling banyak 3 (tiga) kali dan difasilitasi oleh tiap-tiap KPU yang menyelenggarakan pilkada.
Meskipun masih ada pendapat bahwa debat belum signifikan dalam memengaruhi pilihan pemilih, dalam situasi pandemi covid-19 saat ini peranan debat makin strategis. Debat menjadi sarana promosi bagi kandidat dengan daya jangkau sangat luas. Hal itu karena debat kandidat akan disiarkan secara langsung atau siaran tunda melalui lembaga penyiaran publik.Harus diakui, di masa pandemi, adanya aturan untuk jaga jarak dan tidak berkerumun membuat ruang gerak calon lebih terbatas dalam berinteraksi dengan pemilih. Dengan demikian, debat kandidat menjadi sangat krusial sebagai medium untuk memperkenalkan diri serta menyebarluaskan visi, misi, dan program para calon.
Peraturan KPU No 13 Tahun 2020 yang mengatur pelaksanaan pilkada di masa pandemi covid-19 telah memuat sejumlah materi yang harus dibahas dalam debat kandidat. Materi debat mencakup pembahasan visi dan misi calon dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memajukan daerah, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menyelesaikan persoalan daerah, menyerasikan pelaksanaan pembangunan daerah kabupaten/kota dan provinsi dengan nasional, serta memperkukuh Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan kebangsaan.
Selain materi tersebut, debat juga wajib memuat materi kebijakan dan strategi penanganan, pencegahan, dan pengendalian covid-19. Ini pertama kali dalam sejarah elektoral kita di mana pandemi menjadi tema sentral pelaksanaan debat pilkada. Hal ini menjadi relevan mengingat salah satu tantangan besar Pilkada 2020 ialah mampu melahirkan pemimpin transformatif yang bisa membawa daerah keluar dari situasi krisis akibat pandemi covid-19.
Multibeban perempuan
Kesibukan yang meningkat, rutinitas, dan multibeban yang dihadapi saat pandemi dikhawatirkan akan membuat perempuan makin terpinggirkan dari proses pilkada. Padahal suara perempuan harus didengar dan dihadirkan dalam setiap diskursus pilkada yang berlangsung. Termasuk pula ketika pelaksanaan debat kandidat.
Maka, keberpihakan penyelenggara pemilihan saat menyusun materi debat menjadi sangat diperlukan dan mendesak. Meskipun isu perempuan tidak spesifik diatur sebagai materi muatan debat antarcalon, KPU yang menyelenggarakan pilkada mestinya otomatis memasukkan tema perempuan sebagai materi wajib dalam debat kandidat. Bukan hanya karena perempuan jumlahnya hampir setengah dari total pemilih yang ada, melainkan juga karena persoalan perempuan berkaitan dengan banyak sektor dalam tata kelola pemerintahan daerah. Karena itu, penting mengelaborasi pemahaman dan penguasaan kandidat atas permasalahan yang dihadapi perempuan di daerah mereka.
Pilkada kali ini mencatatkan sebanyak 159 calon kepala daerah dan wakil kepala daerah perempuan. Meliputi 2 calon gubernur, 70 calon bupati, dan 15 calon wali kota. Selain itu, ada 3 calon wakil gubernur, 58 calon wakil bupati, dan 11 calon wakil wali kota perempuan. Kandidat perempuan memang tidak serta-merta punya program yang berpihak pada isu-isu pemberdayaan dan penguatan perempuan.
Oleh karena itu, menjadi kepentingan semua pihak agar tema perempuan disertakan menjadi substansi yang dibahas terbuka dalam debat kandidat. Dengan demikian, pemilih bisa mengecek bagaimana paradigma, gagasan, dan keberpihakan para calon terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi perempuan di daerah mereka.
Guna mengakselerasi ini, KPU sebagai regulator pilkada dituntut membuat kebijakan yang lebih tegas dan terbuka. Kebijakan resmi dari KPU diperlukan untuk memastikan setiap KPU di daerah tidak ada yang terlewat menempatkan isu perempuan sebagai materi debat para kandidat. Tidak berhenti di sana, sensitivitas pada keadilan dan kesetaraan gender juga harus diikuti kesadaran menghadirkan keterwakilan perempuan secara memadai sebagai moderator, anggota tim pakar, ataupun panelis debat.
Melalui keterwakilan perempuan, baik dalam bentuk isu yang didebatkan maupun melalui komposisi tim pelaksana debat yang dibentuk KPU, publik akan mendapatkan pembelajaran politik sangat kuat bahwa perempuan tidak terpinggirkan dalam proses kontestasi yang berlangsung. Kehadiran perempuan adalah sebuah keniscayaan dalam setiap proses demokrasi. Bukan hanya karena suara perempuan penting bagi para calon dalam meraih kemenangan, tapi juga secara substansial mereka merupakan pemangku kepentingan utama dalam pembangunan daerah.
Sesungguhnya tiada demokrasi tanpa keterlibatan perempuan. Maka, bahas, bedah, dan debatkanlah visi, misi, program, dan gagasan kandidat menyangkut isu-isu perempuan. Tak lebih dan tak bukan agar pemilih paham bahwa perempuan setara dalam politik dan suaranya ikut menentukan arah pembangunan daerah. Isu perempuan dalam debat kandidat meyakinkan publik bahwa perempuan tak ditinggalkan dalam kontestasi politik di masa pandemi ini.
Titi Anggraini, Anggota Dewan Pakar Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI)
Sumber: https://m.mediaindonesia.com/read/detail/352579-isu-perempuan-di-debat-kandidat?s=08
Dikliping dari artikel opini yang terbit di Media Indonesia. https://m.mediaindonesia.com/read/detail/352579-isu-perempuan-di-debat-kandidat?s=08