Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai gagasan ad hoc-sisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota sebagai kemunduran demokrasi. Tata penyelenggaraan pemilu telah dimulai sejak reformasi dan telah membaik pada 2014. Saat ini, yang diperlukan adalah penguatan birokrasi penyelenggaraan pemilu untuk menopang demokrasi yang diharapkan semakin berkualitas pada Pemilu Serentak 2019.
“Yang perlu dilakukan sekarang adalah membangun kepercayaan masyarakat untuk menyelenggarakan pemilu yang semakin berkualitas, bukan merombak suatu birokrasi yang tatanannya sudah sistematis dan cukup baik,” tegas Koordinator Nasional JPPR, Sunanto, pada diskusi “Mewujudkan Lembaga Penyelenggara Pemilu Berintegritas: Ad hoc-sisasi KPU Kabupaten Kota?” di Menteng, Jakarta Pusat (8/5).
Nanto menjelaskan bahwa KPU kabupaten/kota merupakan struktur penting dari institusi penyelenggara pemilu. KPU kabupaten/kota memegang fungsi dalam pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan, melakukan pendidikan pemilih, dan menginvetarisasi arsip-arsip kepemiluan.
“Yang bisa melakukan fungsi itu adalah struktur di bawah, yaitu KPU kabupaten/kota. Kalau KPU kabupaten/kota ad hoc, mereka gak akan bisa melakukan itu. Gak bisa tercapai pemutakhiran yang berkelanjutan,” tukas Nanto.
Gagasan ad hoc-sisasi KPU kabupaten/kota adalah langkah kontraproduktif yang tak sesuai dengan kebutuhan pemilu di Indonesia. Pemerintah semestinya memperkuat supporting system KPU kabupaten/kota dan memberikan tugas tambahan untuk diisi di masa lengang.