August 8, 2024

Judi, Mabuk dan Zina Masuk Perbuatan Tercela di PKPU Pencalonan Pilkada 2020

Rabu (2/10), Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengadakan uji publik Rancangan Peraturan KPU (RPKPU) tentang Pencalonan Kepala Daerah di Pilkada 2020. Salah satu perubahan di dalamnya yakni perincian perbuatan tercela yang semula tak dimuat di dalam PKPU No.3/2017. Perbuatan tercela yang dirinci yakni, berjudi, mabuk, pemakai atau pengedar narkotika, berzina, dan perbuatan melanggar kesusilaan lainnya.

“Nah, perbuatan tercela ini banyak dimultitafsirkan, baik oleh yang mengeluarkan putusan tentang surat keterangan perbuatan tercela. Maka, kita perlu mencantumkan perbuatan tercela tersebut,” kata Anggota KPU RI, Evi Novida Ginting, pada uji publik di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat.

Terkait syarat calon, anggota KPU RI lainnya, Wahyu Setiawan mengatakan bahwa pihaknya ingin menghidupkan kembali norma larangan bagi mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri. Bahkan, Wahyu mengusulkan agar perbuatan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga dimasukkan dalam kategori perbuatan tercela di RPKPU Pencalonan.

“Sekadar judi, mabuk, berzina, dan melanggar kesusilaan lainnya saja tidak boleh, bagaimana mantan napi itu kok tetap jadi calon? Jadi, ini semestinya masuk.  Kita juga berpikir, selain judi, mabuk, berzina, kita berpikir menggagas KDRT juga dicantumkan eksplisit di sini,” tandas Wahyu.

Di dalam RPKPU, larangan mencalonkan diri hanya ditujukan bagi mantan terpidana kasus narkoba dan pelecehan seksual terhadap anak. Sebelumnya, pada Pilkada 2018, KPU RI mengatur agar mantan narapidana korupsi juga dilarang untuk mencalonkan diri. Namun, norma ini menuai kontroversi dan dinyatakan bertentangan dengan undang-undang oleh Mahkamah Agung (MA).

Detil perbuatan tercela dan norma mantan narapidan korupsi yang ingin dihidupkan kembali oleh KPU ditolak oleh partai politik, seperti Partai NasDem dan Partai Bulan Bintang (PBB). Perwakilan Partai NasDem, Nasrullah memberi masukan agar KPU tidak memberi pemaknaan terhadap frasa perbuatan tercela. Pemaknaan dinilai akan menyusahkan KPU karena mengukur kesusilaan bukan perkara gampang. Tak ada rincian perbuatan tercela di Undang-Undang Pilkada No.10/2016.

“Di UU hanya menyebutkan tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Ada surat dari kepolisian. Jadi, lebih baik dihilangkan saja semuanya. Cukup tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Nanti akibatnya kita sendri yang susah. Biar SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) saja. Susah mengukur kesusilaan ini,” ujar Nasrullah.

Evi menyampaikan bahwa rincian perbuatan tercela yang diatur di RPKPU Pencalonan dikutip dari Penjelasan Pasal 7 huruf i UU No.1/2015. Di dalam Penjelasan tertulis judi, mabuk, pengedar narkoba, berzina, dan perbuatan melanggar asusila merupakan makna dari perbuatan tercela.

“Kami kutip semuanya, kami tidak keluar dari undnag-undang supaya tidak ada perbedaan. Dan ini kita tuangkan di dalam Pasal 42 tentang dokumen syarat calon, yaitu SKCK. Yang mengeluarkan SKCK adalah kepolisian daerah, kepolisian resor, juga kepolisian RI untuk cagub (calon gubernur) dan cawagub (calon wakil gubernur) yang berbeda provinsi domisili. Jadi, tidak berdasarkan asumsi,” terang Evi.