August 8, 2024

KBGO di Pemilu 2024 Rugikan Partisipasi Perempuan

Kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang terjadi di Pemilu 2024 dinilai telah merugikan partisipasi perempuan dalam politik. Kekerasan dalam bentuk ancaman, penyebaran video pribadi tanpa konsen, fitnah, ujaran kebencian bernada misoginis, dan komentar seksis menyebabkan ruang digital menjadi tak aman bagi perempuan. Dampaknya, ruang tarung untuk perempuan semakin bertambah berat.

“Karena perempuan mengalami perundungan saat kampanye, mereka menjadi demotivasi. Belum apa-apa sudah diserang, sehingga yang tadinya mau vokal, tetapi jadi berpikir lagi untuk bisa menyuarakan suara mereka dengan isu-isu yang mau mereka bawa,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mike Verawati, pada diskusi “Temuan KBGO dalam pemilu 2024”, Rabu (19/6).

Peneliti Safenet, Shinta Ressmy mengungkapkan adanya kasus perempuan bakal calon di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang urung mencalonkan karena tersebarnya video pribadi pada tahap pencalonan oleh pihak tak bertanggungjawab. Disebarkannya video tersebut bertujuan untuk menyerang kehormatan perempuan bakal calon.

“Tujuan disebarkannya video itu untuk menyerang kehormatan perempuan, sehingga dia gagal mencalonkan diri,” ujar Shinta pada diskusi yang sama.

Kasus lainnya diungkapkan oleh peneliti Yayasan Kalyanamitra, Dila. Pada baliho salah satu calon anggota legislatif (caleg) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), perempuan calon menggunakan tagline kampanye Semok yang merupakan kepanjangan dari Siap Memimpin Depok. Di media sosial calon tersebut, ditemukan banyak komentar seksis terhadap sang calon.

“Itu di media sosial, ada komentar mami sehat montok semua. Itu sebetulnya komen yang tidak pantas, itu termasuk KBGO sebetulnya,” tukas Dila pada diskusi yang sama.

Selain berdampak pada menyempitnya ruang partisipasi bagi perempuan, KBGO juga menyebabkan semakin sulitnya perempuan untuk terpilih. Fitnah terhadap perempuan calon yang disebarkan secara online memengaruhi opini pemilih. Padahal, perempuan caleg memanfaatkan media sosial untuk kampanye online yang lebih murah dibandingkan dengan kampanye tatap muka.

“Ketika mereka menghadapi pembunuhan karakter lewat KBGO, ini memengaruhi persoalan suara mereka. Yang biasa ditemukan itu mengungkit masa lalu atau fitnah. Terjadilah perubahan persepsi terhadap caleg perempuan. Oh ternyata dia punya masa lalu yang kelam, padahal itu sebenarnya fitnah, tapi terlanjur tersebar,” jelas Mike.

KBGO juga dialami oleh perempuan jurnalis yang meliput pemilu dan politik. Perempuan jurnalis mengalami kerentanan dua kali lipat dari jurnalis laki-laki, ketika membuat pemberitaan yang menyinggung pihak tertentu. Perempuan jurnalis kerap mengalami serangan pelecehan verbal, penghinaan fisik atau body shaming, dan ancaman penyebaran data pribadi atau doxing.

“Untuk jurnalis perempuan, dalam konteks pemilu, politik, muncul ketika jurnalis membuat pemberitaan yang sensitif, misalnya menyinggung pihak tertentu. Dari catatan AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia) tahun 2023, menunjukkan kalau 26,8 persen jurnalis perempuan pernah mengalami kekerasan daring,” kisah jurnalis Konde.co, Salsabila putri, pada diskusi yang sama. []