November 15, 2024
Print

Kedaulatan Pemilih Ada di Tangan Pemodal

BATU, KOMPAS — Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menyatakan, kedaulatan para pemilih yang mengikuti pemilihan kepala daerah saat ini sebenarnya ada di tangan pemilik modal dan partai politik. Akibatnya, arah kebijakan dari kepala daerah yang terpilih akan lebih banyak berpihak pada kepentingan pemodal dan elite politik ketimbang menyuarakan kepentingan rakyat.

“Saat ini sudah kelihatan para pemodal yang akan memainkan peran. Watak pemodal yang kapitalis itu tak akan mendiamkan situasi pilkada. Apalagi adanya pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden. Itulah yang dipakai juga oleh pemodal. Biasanya, melalui pemilu dan pilkada, kader sudah dibangun,” ujar Busyro dalam diskusi publik “Pilkada dalam Genggaman Pemodal” di Museum Omah Munir, Batu, Jawa Timur, Selasa (22/11).

Dalam diskusi itu, hadir pula peneliti Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan; Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono; serta Hayyik Ali MH dari Malang Corruption Watch. Dalam kesempatan itu, diresmikan pula Omah Rakyat Kota Batu sebagai ruang diskusi dan advokasi untuk masyarakat di Batu.

Menurut Busyro, genggaman pemodal dan parpol sebenarnya bisa dihilangkan. Syaratnya, asalkan ada keberanian dan kemauan untuk menjadikan negara ini dipegang oleh orang-orang yang konsekuen dan konsisten dengan kejujuran.

Pemerintah dan DPR, kata Busyro, harus segera membuat agenda bersama masyarakat untuk mengevaluasi secara menyeluruh produk politik seperti sejumlah ketentuan perundang- undangan yang mengapitalisasi pilkada.

Namun, saat pemerintah dan DPR sulit diandalkan, tambah Busyro, jalan keluar lainnya harus ditempuh.

Langkah yang bisa dilakukan adalah menjembatani elemen masyarakat madani dengan masyarakat kampus dan organisasi masyarakat yang memiliki tradisi kritis. Secara bersama-sama, mereka diharapkan segera mendesak pemerintah mengambil sikap.

Hal senada juga disampaikan Abdullah Dahlan. Menurut dia, pilkada menjadi ekspansi kekuasaan politik yang terkait dengan pemodal. Buktinya, KPK beberapa kali menangkap tersangka kasus korupsi yang terkait pilkada.

“Pemodal melihat ada ruang yang bisa dimasuki saat calon kepala daerah membutuhkan dana. Dengan demikian, ada utang politik yang harus dibayar oleh calon kepala daerah tersebut,” ujarnya.

Oleh karena itu, terkait kapitalisasi modal, Abdullah Dahlan menambahkan, dalam beberapa hal, kepala daerah petahana perlu diwaspadai seperti peningkatan izin usaha, seperti tambang dan lainnya.

Bantuan dana partai

Terkait usulan KPK soal bantuan dana oleh negara kepada parpol untuk mengantisipasi praktik korupsi dan gratifikasi, Busyro menambahkan, pada prinsipnya dia setuju adanya bantuan dana tersebut. Namun, syaratnya harus ketat. KPK harus mendesain adanya sistem monitoring dan akuntabilitas penggunaannya.

“Selain KPK, perlu diajak juga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,” kata Busyro.

Giri menyarankan, dana bantuan ke parpol sebaiknya 25 persen untuk operasional dan 75 persen untuk kaderisasi, pendidikan, dan lainnya. (WER)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/161123kompas/#/2/