Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengatakan bahwa ketentuan di dalam Pasal 254 ayat (5) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang melarang media dan lembaga penyiaran untuk menyiarkan berita, iklan, dan rekam jejak peserta pemilu selama masa tenang, tidak mungkin dilakukan. Untuk itu, redaksional Pasal 254, menurut Yosep, perlu diubah menjadi: media massa cetak dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), selama masa tenang, tidak menyiarkan iklan atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu.
“Kami rasa gak mungkin melarang media massa membuat pemberitaan di masa tenang. Yang bisa dilarang adalah tidak boleh ada iklan yang mengarah pada kepentingan kampanye pasangan calon (paslon). Media justru mesti memberitakan di masa tenang, bila, misalnya, ada kantor Dewan Pimpinan Pusat suatu partai yang tertekan, atau salah satu paslon kecelakaan atau sakit,” jelas Yosep, pada rapat dengar pendapat di Senayan, Jakarta Selatan (25/1).
Selain mengusulkan perubahan pada Pasal 254 ayat (5), Yosep juga menentang ketentuan di dalam Pasal 264. Menurut Yosep, aturan dan pemberian sanksi terhadap media pers oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dalam konteks pemilu, bertentangan dengan Pasal 4 UU No.40/1999. UU Pemilu semestinya turut menjamin kebebasan pers.
“Ketentuan ini berpotensi bertentangan dengan UU No.40/1999. Kebebasan pers adalah hak asasi warga negara, dan pers nasional mempunyai hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi,” tegas Yosep.
Yosep mengusulkan agar Pasal 264 disempurnakan menjadi: Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitaan penyiaran, iklan kampanye, dan pemberian sanksi, diatur dengan PKPU, dengan memperhatikan UU No.40/1999 tentang pers dan UU No.32/2002 tentang penyiaran. Dewan Pers mengusulkan sanksi denda uang bagi media yang menyiarkan berita yang merugikan salah satu paslon.