August 8, 2024

KIPP: Panggilan kepada Pemantau Asing Seolah Tindakan Peran Pemantau Dalam Negeri

Tagar #INAelectionobserverSOS menjadi trending dunia pada Rabu (20/3). Bahkan tak hanya di Twitter, tagar ini juga berseliweran di media sosial Facebook. Tagar #INAelectionobserverSOS disertai dengan pernyataan yang menyiratkan bahwa Pemilu Indonesia 2019 tak berjalan adil dan demokratis sehingga dibutuhkan pemantau pemilu internasional. Rumahpemilu.org mencatat pernyataan-pernyataan diantaranya sebagai berikut.

This in an evidence of how awful 01 supporters can be. I wonder how can such arrogant behavior is allowed and let go? Why are they not arrested for violating someone’s democracy rights? This is the more reason of why we need International observers.

(Ini adalah bukti betapa mengerikannya tindakan pendukung 01. Saya heran bagaimana bisa tindakan arogan semacam itu diizinkan dan dibiarkan saja? Mengapa mereka tidak ditangkap atas tindakan menciderai hak-hak demokrasi? Inilah alasan lebih mengapa kami butuh pemantau internasional)

Help us…We need u

(Tolong kami. Kami butuh kalian)

Please help so that the election 2019 can be achieved fairly and democratically so that there will be no cheating in this election.

(Tolonglah agar Pemilu 2019 dapat dicapai dengan jujur dan demokratis sehingga tidak akan ada kecurangan dalam pemilu ini)

Permintaan akan hadirnya pemantau internasional dinilai oleh lembaga-lembaga masyarakat sipil yang selama ini berkecimpung sebagai pemantau pemilu, sebagai bentuk peminggiran terhadap peran pemantu pemilu dalam negeri. Sejak Pemilu 1999, banyak lembaga masyarakat sipil yang telah berperan mengawal tahapan-tahapan pemilu. Komite Independen Pemantau Pemilihan (KIPP) misalnya, telah menjadi pemantau pemilu sejak tahun 1960-an.

“Kami telah bergelut sejak 1960-an. Saya sendiri sebagai organ tani waktu itu, dan membentuk pemantau pemilu yang independen, atau dulu disebut sebagai kelompok penekan yang terlembaga, karena banyak kelompok penekan yang tidak terlembaga,” kata Kaka pada diskusi “Pemantauan dan Upaya Membangun Integritas Pemilu 2019” di Media Centre Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Gondangdia, Jakarta Pusat (26/3).

Kaka mengimbau agar masyarakat tak mencemaskan nasib Pemilu 2019 sekalipun jika tak ada pemantau asing. KIPP, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan lembaga masyarakat sipil lainnya telah melakukan pemantauan bahkan sejak kerangka hukum pemilu disusun oleh legislator. Pemantau pemilu yang wajib menjunjung kode etik pemantau pemilu, yakni independen, non partisan, dan anti kekerasan, akan mengawal sisa tahapan Pemilu 2019 dan melaporkan temuan-temuan pelanggaran pemilu kepada pihak yang berwenang.

“Kita, pemantau pemilu dalam negeri, tidak memantau sehari dua hari. Jadi, yang harus dibangun adalah rasa kepercayaan diantara kita. Pemantau pemilu dalam negeri saja cukup untuk menjaga kualitas pemilu kita. Tidak perlu adil dan demokratis pemilu bangsa kita ditentukan oleh pemantau asing. Masyarakat Indonesialah yang harus mengawal pemilunya sendiri, meski kalau ada pemantau asing pun akan kita apresiasi,” tandas Kaka.

Anggota Bawaslu, Mochammad Afiffudin menyampaikan, per 25 Maret 2019, telah ada 59 lembaga masyarakat sipil yang telah mendapatkan akreditasi dari Bawaslu sebagai pemantau Pemilu 2019. Pun, akreditasi telah diberikan kepada dua lembaga pemantau pemilu asing. Saat ini, Bawaslu tengah memproses pendaftaran pemantau pemilu 10 lembaga lainnya.

“Kalau lihat rentetan sejarah dari Pem 1999 sampai 2014, jumlah lembaga pemantau terbanyak itu di Pemilu 2019 sekarang. Dari 51 yang sudah kami tetapkan, bahkan masih ada 10 lembaga yang prosesnya masih ditangani. Kalau lembaga itu masuk, maka ada 61 lembaga pemantau,” ujar Afif.

Pemilu 2009, pemantau pemilu berjumlah 38. 24 pemantau dalam negeri, 7 pemantau asing, 7 pemantau dari kedutaan negara sahabat. Pemilu 2014, jumlah pemantau pemilu hanya 15 pada Pemilihan Legislatif dan 19 pada Pemilihan Presiden. Jumlah pemantau dalam negeri jelas bertambah pada Pemilu 2019, sementara jumlah pemantau asing berkurang.

Afif mempersilakan jika ada lembaga asing yang ingin mendaftar sebagi pemantau pemilu di Indonesia. Syaratnya utamanya yakni independen dan non partisan. Afif juga  meminta publik dapat membedakan antara pemantau pemilu dengan tamu undangan KPU yang akan mengikuti program Election Visit.

“Yang diundang KPU adalah solidaritas penyelenggara pemilu negara lain, itu suatu kebiasaan. Pada Pemilihan Kepala Daerah lalu juga diadakan Election Visit. Itu adalah proses belajar. Nah, yang di Bawaslu adalah pemantau pemilu,” ujar Afif.