November 28, 2024

Koalisi Lawan Disinformasi Pemilu Serukan Akses Data Lebih Terbuka

Koalisi Lawan Disinformasi Pemilu mengatakan disinformasi pada Pemilu 2024 masih banyak terjadi karena pemerintah tidak cukup baik menyajikan data-data. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan beberapa anggota dalam koalisi merangkum temuan dan beberapa penyebab masih banyaknya hoaks dalam buku “Gotong Royong Lawan Disinformasi Pemilu, Upaya Multipihak di Indonesia”.

Salah satu penyebab disinformasi dalam Pemilu 2024 adalah akses informasi yang terbatas dari Pemerintah. Mulai dari profil calon hingga hasil pemilu seperti form C1 yang susah diakses. Hal itu membuat masyarakat tidak mendapat informasi yang utuh dan menyebabkan informasi yang beredar tidak benar. Jelang Pilkada 2024, persoalan lama disinformasi bisa saja muncul lagi, tetapi persoalan baru diprediksi juga akan banyak.

“Buku ini diharapkan menjadi pembelajaran jelang Pilkada 2024, yang berbeda Isu-isu pilkada lebih isu-isu lokal. Masalah lainnya, informasi yang sepotong-sepotong dan ada yang sengaja dibuat, itulah yang membuat masyarakat bingung,” kata Peneliti Perludem, Annisa Alfath saat launching buku, di Senayan, Jakarta Pusat (26/8).

Selain itu Anissa menyebut ada tren baru dalam disinformasi yakni toxic positivity atau melebih-lebihkan pasangan calon tertentu. Terlebih pilkada serentak akan diselenggarakan di banyak daerah, tentu potensi hoaks akan semakin besar dengan isu-isu lokal yang beragam.

Pemetaan Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) menunjukkan ada perbedaan gaya hoaks pada tiap pemilu, contohnya pada Pemilu 2014 misalnya, hoaks satu arah dan hanya mengarah kepada satu kandidat. Kemudian, Pemilu 2019 sudah kedua arah, kedua kandidat. Catatan Mafindo pada Pemilu 2019 terdapat 226 total, dengan 133 hoaks menyerang kubu Jokowi-Ma’ruf Amin dan 93 hoaks menyerang kubu Prabowo. Sementara hoaks soal politik pada 2023 terjadi sebanyak 1.292 kasus, lebih banyak dibandingkan hoaks sejenis pada musim Pemilu 2019 sebanyak 644 kasus.

“Peluang yang bisa diusahakan adalah mendorong penyelenggara untuk aksesibel data-data mengenai pemilu. Jadi penyelenggara pemilu di Pilkada 2024 datanya harus lebih mudah diakses,” ucap perwakilan Mafindo Jakarta, Heni Mulyati.

Pegiat demokrasi, Anita Wahid menambahkan buku Gotong Royong Lawan Disinformasi Pemilu menjadi penting bagi masyarakat sebagai contoh menghadapi disinformasi. Anita berharap keberhasilan Koalisi Lawan Disinformasi bisa direplikasi untuk isu-isu lain di luar isu politik. []