August 8, 2024

KoDe Inisiatif Usul 5 Hal Dimasukkan ke dalam Perpu Penundaan Pilkada

Kamis (2/4), Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif menyelenggarakan webdiskusi bertajuk “Perpu Pilkada: Skema Penundaan Pilkada 2020. Pada diskusi tersebut, Koordinator harian KoDe, Ihsan Maulana menyampaikan bahwa pihaknya mengusulkan agar peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) memasukkan lima pengaturan, yakni waktu penundaan, pembiayaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lanjutan, calon perseorangan, rekapitulasi elektronik, dan desain keserentakkan pemilu nasional dan lokal.

Waktu penundaan Pilkada 2020

KoDe Inisiatif mendorong para pihak untuk menunda Pilkada Serentak selama 12 bulan. Hari pemungutan suara dapat diselenggarakan pada September 2021, sebagaimana opsi ketiga yang diusulkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Alasannya, kata Ihsan, agar penyelneggara pemilu memiliki cukup waktu untuk melakukan simulasi tahapan lanjutan. Selain itu, jika penundaan Pilkada terlalu sebentar sementara kondisi penanganan Coronavirus disease 2019 (Covid-19) belum pasti, tahapan Pilkada lanjutan rentan kembali terganggu.

“Belum ada kepastian dari Pemerintah, kapan wabah ini terselesaikan atau tertangani. Maka, untuk cari jalan aman, ditunda 12 bulan saja,” kata Ihsan.

Ihsan juga menyarankan agar perpu tak memuat tanggal spesifik hari pemungutan suara. Waktu pasti dapat diserahkan kepada penyelenggara pemilu untuk kemudian dibentuk Peraturan KPU (PKPU) tentang Tahapan dan Jadwal yang baru.

Pembiayaan Pilkada dari APBN

Perpu diharapkan KoDe mengatur kepastian Pilkada lanjutan tak akan terbentur anggaran. Oleh karena itu, menurut Ihsan, pembiayaan Pilkada dapat dialihkan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) kepada APB Negara (APBN).

“Harapan kami, ketika perpu dikeluarkan, perpu harus mampu menjangkau ketersediaan anggaran. Jangan sampai ketika sudah menunda Pilkada, tapi ternyata anggaran tidak tersedia,” tukasnya.

Ketua KoDe Inisiatif, Veri Junaidi menceritakan bahwa masalah pembiayaan pilkada oleh APBD telah terjadi sejak gelombang Pilkada Serentak pertama dimulai di 2015. Di desk pemilu Kementerian Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, petugas repot menghubungi kepala daerah, memastikan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) ditandatangani.

“Di 2015, teman-teman itu repot kepala daerah. APBD itu kan dari APBN juga. Dari DAK (Dana Alokasi Khusus) ya kalau gak salah. Nah, kenapa gak langsung di-take over saja di pusat? Rapatnya antara pemerintah dengan penyelenggara pemilu saja, selesai,” tandas Veri.

Nasib calon perseorangan

Meski merupakan pilkada lanjutan, KoDe mengusulkan agar pendaftaran bagi calon perseorangan dibuka kembali. Pasalnya, verifikasi administrasi dan verifikasi faktual merupakan satu rangkaian tahapan pendaftaran calon perseorangan. Tak bisa dilaksanakannya masa verifikasi faktual menyebabkan tahapan pendaftaran terpotong.

“Tahap pencalonan itu kan satu kesatuan proses. Ketika calon mendaftar, ada tahapan yang terpotong. Maka, ketika dilanjutkan, peluang independen untuk mendaftar, dibuka lebih lanjut. Ini akan membuka calon lain untuk maju,” urai Ihsan.

Rekapitulasi elektronik

Persiapan teknologi rekapitulasi elektronik atau e-rekap yang dilakukan oleh KPU RI untuk diterapkan pada Pilkada Serentak 2020 diharapkan tak berhenti. Malahan, tahapan e-rekap dinilai mesti dilanjutkan dan diberikan dasar hukum oleh perpu. Perpu dapat memberikan mandatori kepada KPU untuk menerapkan e-rekap.

“Meski menurut kami UU Pilkada itu cukuplah jadi dasar, tapi kan bukan soal cukup gak cukup. Nah, perlu diusul, landasan hukum yang kuat juga di perpu. Jadi, ada mandatori di perpu, KPU bisa menerapkan e-rekap dalam proses penyelenggaraannya,” pungkas Veri.

Desain pemilu serentak nasional-lokal

KoDe juga menginginkan agar perpu menjadi momentum untuk mendesain keserentakkan pemilu nasional dan lokal. Usulan KoDe, pemilu serentak nasional dipisah dengan pemilu serentak lokal. Pemilu serentak lokal dibagi menjadi tiga bagian, yakni bagian timur, bagian tengah, dan bagian barat.

Gambaran KoDe, pemilu serentak nasional dilaksanakan pada 2024. Setelahnya, 2025, 2026, dan 2027 pemilu serentak lokal. 2028 dan 2029, penyelenggara  pemilu fokus menyelenggarakan pemilu serentak nasional 2029.

“Misal, 2025 pemilu serentak lokal untuk region timur. Di 2026, region tengah. 2027, region barat. Nanti 2028, sudah tidak ada lagi tahapan pilkada. Penyelenggara pemilu, peserta pemilu, fokus ke pemilu serentak nasional 2029,” kata Ihsan.