August 8, 2024

Koki Pemilu 2024 OLEH TITI ANGGRAINI

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Rabu, 14 Februari 2024, sebagai hari pemungutan suara pemilu serentak mendatang. Pemilu 2024 akan kembali menjadi pemilu serentak satu hari terbesar di dunia, dengan sistem pemilu yang juga paling rumit.

Keputusan pemerintah dan DPR tak mengubah UU Pemilu menjadi tantangan tersendiri, sehubungan beban kerja dan kompleksitas teknis pemilu yang akan dihadapi.

Penyelenggara pemilu akan menjadi tumpuan untuk bersiasat dalam mengurai kerumitan agar bisa menghadirkan pemilu yang mudah dan efektif bagi semua pihak. Pengalaman 2019, model keserentakan pemilu lima kotak berdampak pada manajemen teknis pemilu.

Penyelenggara pemilu akan menjadi tumpuan untuk bersiasat dalam mengurai kerumitan agar bisa menghadirkan pemilu yang mudah dan efektif bagi semua pihak.

Misalnya, terjadi surat suara tertukar di 3.371 TPS dan terdapat 2.249 TPS tidak melaksanakan pemungutan suara serentak pada 17 April 2019 akibat tidak tersedia perlengkapan pemungutan suara secara tepat waktu. Selain itu, sebagai ekses beban kerja yang berat, tercatat 894 petugas pemilu meninggal dunia dan 5.175 sakit.

Karena itu, Pemilu 2024 membutuhkan kehadiran penyelenggara atau “koki” pemilu andal agar kompleksitas dan tantangan yang dihadapi bisa diramu dengan resep tepat, sehingga menghasilkan praktik sehat bagi penguatan demokrasi Indonesia. Kehadiran “koki” pemilu andal harus dijawab melalui proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 yang sedang bergulir di DPR.

Komisi II DPR pada 14-16 Februari 2022 melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 14 orang calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu, yang namanya dikirimkan Presiden pada pertengahan Januari lalu.

Inovasi diperlukan untuk menyiasati pengaturan UU Pemilu yang tak berubah, beratnya beban, dan kerumitan teknis tahapan pemilu.

Pemilu 2024 butuh koki pemilu andal agar kompleksitas yang dihadapi bisa diramu dengan resep tepat.

Dari 24 nama, mayoritas sebanyak 20 dari 24 calon (83,33 persen), berlatar penyelenggara pemilu, baik pejawat maupun penyelenggara tingkat provinsi. Serta terdapat tujuh perempuan, yang terdiri atas empat perempuan calon KPU dan tiga perempuan calon Bawaslu.

UUD NRI Tahun 1945 eksplisit menyebut, pemilu diselenggarakan suatu komisi pemilihan umum bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Frasa mandiri bukan hanya merujuk kemampuan menahan tekanan dan intervensi pihak lain, melainkan juga mensyaratkan orang-orang yang ada di dalamnya bekerja profesional dan berintegritas. Sebab, tak akan bersikap mandiri jika tak kompeten dan minim kapasitas.

Menghadapi pemilu yang berat, kompleks, dan rumit dibutuhkan koki-koki pemilu yang tangguh. Ini tak hanya terefleksi melalui gagasan dan program, tapi juga prima fisik dan psikis untuk bekerja dengan pendekatan inovatif, dedikatif, inklusif, dan komunikatif.

Inovasi diperlukan untuk menyiasati pengaturan UU Pemilu yang tak berubah, beratnya beban, dan kerumitan teknis tahapan pemilu. KPU dan Bawaslu akan menjadi sandaran utama menghadirkan terobosan, baik dari aspek regulasi maupun manajemen teknis.

Di tengah keragaman Indonesia, KPU dan Bawaslu mutlak hadir sebagai lembaga inklusif. Mampu merangkul berbagai pihak secara proporsional.

Anggota KPU dan Bawaslu mendatang harus siap tancap gas, mendedikasikan diri bagi penyelenggaraan pemilu. Tak tergoda cawe-cawe urusan di luar kepemiluan, apalagi memanfaatkan karier penyelenggara pemilu demi kepentingan praktis pada masa depan.

Di tengah keragaman Indonesia, KPU dan Bawaslu mutlak hadir sebagai lembaga inklusif. Mampu merangkul berbagai pihak secara proporsional.

Untuk menghadirkan penyelenggara pemilu inklusif, seharusnya Komisi II DPR menempatkan keterwakilan perempuan memadai, paling sedikit 30 persen. Artinya, minimal tiga dari tujuh anggota KPU perempuan. Di Bawaslu, sekurangnya dua anggota perempuan.

Perempuan penting hadir sebagai penyelenggara pemilu. Selain sebagai representasi setengah dari populasi Indonesia, mereka membawa paradigma lebih adil dan setara gender dalam kelembagaan ataupun tata kelola penyelenggaraan pemilu.

Berikutnya, penyelenggara pemilu memerlukan figur komunikatif dan responsif. Anggota KPU dan Bawaslu harus mampu membangun sinergi dengan sesama penyelenggara pemilu dan pemangku kepentingan terkait.

Harus diingat, salah satu determinan yang memengaruhi pemilu adalah kepercayaan publik terhadap integritas penyelenggara pemilunya.

Anatomi dan beban kerja pemilu terkelola baik jika ada kepercayaan serta dukungan anggaran dan fasilitas maksimal dari otoritas negara ataupun masyarakat. Itu mudah jika ada kemampuan membangun relasi dan narasi komunikasi yang jelas, tegas, dan konstruktif.

Strategi komunikasi efektif dan komprehensif untuk mengantisipasi disinformasi dan hoaks pemilu, yang berdasar pada pengalaman Pemilu 2019 banyak menyasar penyelenggara pemilu. Harus diingat, salah satu determinan yang memengaruhi pemilu adalah kepercayaan publik terhadap integritas penyelenggara pemilunya.

Akhirnya, uji kelayakan dan kepatutan di DPR menjadi pertaruhan komitmen dan konsistensi partai politik dalam mewujudkan penyelenggara pemilu berintegritas. Jangan sampai salah ambil keputusan sebab kredibilitas pemilu taruhannya. []

TITI ANGGRAINI

Pembina Perludem dan Mahasiswa Doktoral FHUI

Sumber: https://www.republika.id/posts/25031/koki-pemilu-2024