Menyinggung kasus Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) No.317/2020 yang memberhentikan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Evi Novida Ginting, Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, menyampaikan bahwa Komisi II akan mengevaluasi desain kelembagaan penyelenggara pemilu. Kewenangan besar yang diberikan kepada tiga institusi penyelenggara pemilu, yakni KPU, DKPP, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), menurut Doli, kerap mengurangi soliditas antar lembaga.
“Mungkin kasus Ibu Evi ini menjadi entry point untuk sungguh-sungguh, terutama nanti dalam merevisi undang-undang pemilu, tentang desain penyelenggara. Kita carikan konsep penyelenggara yang ideal. Karena, kalau menurut saya, dengan keberadaan tiga institusi yang masing-masing punya kewenangan yang cukup besar, yang kadang bisa overlapping, pada akhirnya mengurangi tingkat kesolidan sesama penyelenggara pemilu,” kata Doli pada webinar “Pasca Putusan DKPP No.317/2020: Telaah Proses Politik Hukum dan Konfigurasi Penyelenggara Pemilu”, Senin (18/5).
Mengenai lembaga DKPP, Doli mengaku dirinya skeptis pada sifat putusan DKPP yang final dan mengikat. Mesti ada perbaikan terhadap kelembagaan DKPP, seperti penegasan posisi, wewenang, dan objek yang dapat diadili oleh DKPP, serta syarat menjadi anggota DKPP. Doli tak menyetujui jika anggota DKPP merupakan orang yang pernah berkompetisi sebagai calon anggota KPU dan Bawaslu.
“Harus diisi oleh orang-orang yang ketokohannya, dinilai dari perspektif hukum, etika filsafat, dan seterusnya, harus betul-betul punya kredibiltas yang tinggi. Paling tidak orang-orang yang sudah punya pengalaman, penting hadir di lembaga DKPP. Bukan, yang, mohon maaf yaa, itu kan kawan-kawan kita yang pernah berkompetisi dengan kawan-kawan yang ada di KPU dan Bawaslu sekarang,” tandas Doli.
Doli juga menyebutkan gagasan badan peradilan pemilu di revisi uu pemilu, yang pernah muncul pada perumusan UU Pemilu No.7/2017. Saat itu, badan peradilan pemilu tak berhasil diimplementasi karena tak berjalannya koordinasi dengan institusi hukum lainnya di Indonesia. Ia mengundang publik untuk memberikan masukan terkait desain lembaga penyelenggara pemilu.
“Nah, apakah ini menjadi salah satu solusi yang akan merubah konfigurasi penataan institusi penyelenggara, itu akan kita lihat perkembangannya. Kami berharap keterlibatan publik. Kami tunggu saran dan masukannya saat kita akan memulai rancangan uu pemilu yang baru. Mungkin ada ide-ide baru tentang bagaimana kita menata penyelenggara pemilu,” tutup Doli.