August 8, 2024

Komisi II Dukung Kenaikan Upah Penyelenggara Ad Hoc

Pada rapat dengar pendapat (RDP) Kamis (16/9), Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meminta agar para pihak menyetujui penyelenggara ad hoc di Pemilu 2024 merupakan penyelenggara yang sama dengan Pilkada 2024. Jika Pemilu 2024 dilaksanakan pada 21 Februari 2024 dan Pilkada pada 27 November 2024, maka tak ada irisan masa kerja penyelenggara ad hoc antara Pemilu dan Pilkada.

“KPU merekom pengangkatan pengukuhan kembali ad hoc Pemilu sebagai ad hoc Pilkada, setelah sebelumnya dievaluasi. Jadi tidak ada badan ad hoc baru untuk Pilkada,” ujar Ketua KPU RI, Ilham Saputra.

Hal yang sama pernah dilakukan oleh KPU RI pada Pemilu 2019, di mana tahapan Pemilu beririsan dengan tahapan Pilkada Serentak 2018. Ketentuan pengangkatan kembali antara lain, masih memenuhi syarat dan lulus evaluasi.

Data simulasi KPU terhadap masa kerja badan ad hoc di Pemilu 2024, masa kerja Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) 15 bulan, dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) 14 bulan. Di Pilkada 2020, masa kerja PPK 9 bulan dan PPS 8 bulan. Masa kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Pemilu dan Pilkada hanya satu bulan.

KPU juga meminta agar penyelenggara ad hoc diberikan jaminan dan upah yang layak dalam menyelenggarakan Pemilu Serentak dan Pilkada Serentak 2024. Pada Pemilu Serentak 2019, terdapat 722 penyelenggara ad hoc yang meninggal dan 798 orang sakit. Lalu di Pilkada Serentak 2020, 117 penyelenggara ad hoc meninggal dan 153 sakit.

Terhadap usulan KPU tersebut, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Junimart Girsang dan Cornelis menyampaikan bahwa Badan Anggaran DPR RI telah meminta agar anggaran untuk honorarium KPPS lebih diperhatikan. Honorarium sebesar 500 ribu rupiah jauh di bawah upah mnimum regional (UMR).

“Untuk demokrasi, biaya ini jangan terlalu dihitung-hitung terus. Demokrasi memang mahal. Jadi, pekerja-pekerja di lapangan itu ya minimal sama dengan UMR lah, jangan sampai di bawah itu, karena kerjanya sibuk juga,” kata Cornelis.

Kenaikan upah bagi penyelenggara ad hoc juga didukung oleh anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus. Namun, Gaus tak bersepakat jika kenaikan mencapai 2,5 juta rupiah per orang.

“Kalau mau naikkan silakan, tapi tidak langsung ke 2,5 juta atau 3 juta. Jadi, tolong dirasionalisasi dan diefektifkan,” tukas Gaus.

Masalah anggaran memang menjadi perdebatan di RDP. Pasalnya, KPU mengusulkan anggaran Pemilu 2024 sebesar 86 triliun rupiah. Sementara itu, anggaran Pemilu 2014 hanya sebesar 16,1 triliun rupiah dan Pemilu Serentak 2019 27,4 triliun rupiah.