December 25, 2024

Kongres Masyarakat Adat Nusantara V Bahas Kepemiluan

Kongres Masyarakat Adat Nusantara V memasukan isu kepemiluan menjadi salah satu pembahasan. Kongres lima tahunan yang dikoordinir Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) kali ini diselenggarakan di tanah wilayah adat, Deli Serdang, Sumatera Utara. AMAN melibatkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesian Parliamentary Center (IPC) untuk merumuskan penyikapan isu pemilu dan pasca-pemilu.

“Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), memasuki arena politik jelas bukan dalam arti sederhana seperti membentuk partai politik, tetapi lebih dimaksudkan untuk membawa aspirasi otonomi masyarakat adat ini sebagai agenda politik,” kata kata Sekretaris jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan dalam Kongres AMAN di Desa Tanjung Gusta Deli Serdang, Sumatera Utara (15/3).

Ada keinginan dari AMAN untuk lebih terlibat mempengaruhi rancangan undang-undang pemilu. Selama ini AMAN melakukan pendampingan terhadap kader AMAN yang bagian dari masyarakat adat dalam pemilu. Mulai dari persiapan, pencalonan, hingga keterpilihan.

“Kita ingin lebih jauh lagi terlibat di pemilu mulai dari kebijakan pemilu itu dirumuskan. Kita menyadari, samakin awal dan jauh kita terlibat dalam pemilu, kepentingan masyarakat akan lebih mungkin diwujudkan. Setidaknya menambah keterpilihan perwakilan adat dari pemilu,” kata Deputi II AMAN, Rukka Sombolinggi.

Pada Pemilu 2014 ada 185 kader terpilih AMAN mencalonkan di pemilu DPD dan DPR untuk memperjuangkan visi politik mereka. Hasilnya adalah sebanyak 36 lolos duduk di DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi dan DPD RI.

Masyarakat adat punya kekuatan kolektif untuk menjawab dalam kehidupan bersama, termasuk politik. Keterpilihan pemilu yang berdasar suara terbanyak sesuai dengan kedaulatan masyarakat adat. Masalahnya, selain tak solid, upaya musyawarah memutuskan dukungan kepada representasi adat kalah dengan politik uang serta pemilu yang makin mahal.

“Bagaimana kita masyarakat adat bisa melawan pemilu yang mahal?” kata salah satu representasi perempuan adat, Rukmini.

IMG_20170315_155757

Kongres V ini AMAN melibatkan Perludem dan IPC untuk lebih memahami pemilu dan pasca pemilu. Salah satu tujuannya agar representasi adat bisa mempersiapkan diri dan mengikuti pemilu untuk bisa terpilih. Selain itu bagaimana setelah terpilih, parlemen yang terdapat wakil adat bisa berpihak pada kepentingan masyarakat adat.

“Dalam advokasi undang-undang pemilu, masyarakat adat yang diwakili AMAN masih mungkin mempengaruhi ketentuan agar pemilu bisa terbuka terhadap representasi masyarakat adat,” kata peneliti Perludem, Kholilullah Pasaribu.

Secara umum, apa yang diharapkan dari AMAN dan masyarakat adat sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam Kodifikasi UU Pemilu versi masyarakat sipil. Setidaknya ada kesesuaian harapan dan perbaikan pemilu antara pegiat pemilu dengan AMAN.

Di antaranya, mengenai desain pemilu serentak nasional dan serentak lokal. Pemilu serentak nasional menggabungkan pemilu presiden, DPR, dan DPD dalam satu hari pemungutan suara. Pemilu serentak lokal menggabungkan pilkada dan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dalam satu haru pemungutan suara.

“Dengan keserentakan itu, cuma ada dua pemilu dalam lima tahun. Konflik adat lebih mungkin terkelola sehingga konsolidasi masyarakat adat bisa dipersiapkan setiap dua atau dua setengah tahun untuk pemilu serentak nasional dan lokal,” kata Kholil dalam salah satu sesi sarasehan kongres (15/3).

Peneliti IPC, Arbain Albanjari menjelaskan, keterlibatan AMAN di isu parlemen pra dan pasca-pemilu amat penting. Aspek akuntabilitas dewan terpilih di parlemen yang masih rendah penting diimbangi dengan konsolidasi kuat representasi masyarakat sipil.

“Adakah dari kita yang pernah didatangi dewan? Kalau ada paling bisa dihitung jari satu tangan. Padahal ada 5 kali reses dewan dalam satu tahun. Biaya reses per dewan dalam satu tahun sekitar 1,3 miliar. Jika tak ada dampaknya jangan-jangan lebih baik untuk bangun infrastruktur di daerah saja,” kata Arbain.

Kongres berlangsung tanggal 17 Maret 2017. Sebelumnya 15 dan 16 dilakukan Sarasehan mendiskusikan isu-isu strategis yang akan dibahas dalam kongres. Tanggal 18-19 merumuskan sejumlah ketentuan yang direkomendasikan dalam rancangan undang-undang.

IMG_20170315_140854

Presiden Joko Widodo rencananya akan hadir dalam Kongres pada 17 Maret 2017 siang. Sebelumnya, presiden hasil Pemilu 2014 ini menegaskan pengakuan terhadap masyarakat dan tanah adat nusantara. Kehadirannya dalam Kongres lebih menkonkretkan pengakuan Jokowi.

Secara umum, permasalahan masyarakat adat adalah tak adanya pengakuan masyarakat dan tanah adat. Baik itu dari pemerintahan nasional, provinsi, sampai tingkat terbawah seperti desa. Dampaknya langsung berbentuk tak adanya pengakuan administrasi tanah dan orang-orang adat. Tanah tak ada surat serta jaminan hukum dan individu masyarakat tak terdata dalam kependudukan, tak mempunyai KTP.

Keadaan itu jelas berdampak langsung pada kepemiluan dan pemerintah hasil pemilu. Ada ketakhubungan dapil dengan luasan tanah adat. Masyarakat adat pun hilang hak politik (memilih)-nya karena tak terdata sebagai pemilih di daftar pemilih tetap (DPT).

Kongres berpemahaman, pengalaman dan keadaan itu penting direfleksikan bersama antar pihak. Setidaknya sebagai upaya mengevaluasi keseluruhan konsep sistem politik elektoral saat ini. Ada Pilkada 2018 di antaranya pemilihan gubernur di 17 provinsi. Dan ada Pemilu Serentak 2019. Hasil Kongres diharapkan para pihak yang terlibat bisa menjawab kebutuhan dan tantangan pemilu, baik lokal maupun nasional. []

USEP HASAN SADIKIN