November 15, 2024

KPU Bawaslu Ingin Pemilih Pindahan Dapat Semua Jenis Surat Suara

Salah satu norma di Undang-Undang (UU) Pemilu yang digugat oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Hadar Nafis Gumay, Feri Amsari, dan empat pihak lainnya adalah Pasal 348 ayat (4) tentang ketentuan penerimaan surat suara bagi pemilih pindahan lintas daerah pemilihan (dapil). Norma tersebut menyebabkan pemilih pindah dapil kehilangan satu hak atas satu surat suara. Para pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan semua surat suara  kepada pemilih pindahan dengan tujuan mengurangi kerumitan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu pada hari pemungutan suara dan mencegah keributan pasca pemungutan suara dilaksanakan akibat kurangnya pemahaman dan kesiapan penyelenggara pemilu di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS).

“Kita gak mau juga putusan ini nanti berdampak pada hasil situasi pasca pemilu, dimana orang banyak protes, akibat dari kerumitan dan para petugas kita yang tidak cukup siap untuk membuat administrasi yang detil, rinci, dan akurat. Kalau nanti diberikan semuanya, itu akan lebih pasti, lebih teratur, dan protes lebih berkurang,” kata Hadar usai sidang pleno perkara No.19 dan 20/2019 di gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat (25/3).

Terhadap permohonan tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendukung diberikannya semua surat suara kepada pemilih pindah dapil. Bagi KPU, memberikan semua surat suara akan mempermudah penyelenggara pemilu di TPS dan meminimalisir kesalahan administrasi. Arief meminta setidaknya, bagi pemilih yang pindah memilih masih di satu kabupaten/kota yang sama, mendapatkan surat suara Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota.

“Selama dia menjadi warga di kota atau kabupaten tersebut, dia akan merasakan dampak kebijakan yang dibuat oleh DPRD kabupaten/kota. Begitu juga saat dia di wilayah provinsi yang sama, maka kebijakan di provinsi tersebut berdampak pada pemilih yang tinggal di provinsi tersebut. Ini selaras dengan kebijakan dimanapun pemilih menggunakan hak pilih, dia tetap dapat surat suara Pilpres (Pemilihan Presiden) karena yang bersangkutan akan merasakan dampak kebijakan yang dikeluarkan presiden dan wakil presiden,” urai Ketua KPU RI, Arief Budiman.

Tak hanya KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga mendukung perubahan terhadap Pasal 348 ayat (4). Memberikan semua surat suara kepada pemilih akan mempermudah jajarannya di TPS untuk melakukan pengawasan terhadap pemberian surat suara. UU Pemilu tak mengatur mekanisme kontrol yang bisa dilakukan oleh Pengawas TPS, jika Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memberikan surat suara kepada pemilih pindahan tidak sesuai aturan.

“Ini akan mempermudah proses pengawasan surat suara, karena surat suara yang diberikan sama dengan DPT (Daftar Pemilih Tetap) dan DPTb (Daftar Pemilih Tambahan). Seandainya terjadi kesalahan KPPS memberikan surat suara kepada pemilih DPTb, yang semestinya dapat satu, tapi misal dikadih empat atau lima, mekanisme koreksi atas kesalahan itu tidak diatur di UU Pemilu,” kata Ketua Bawaslu RI, Abhan.

Para hakim MK nampaknya tak terlalu bersepakat dengan pemohon, KPU, dan Bawaslu. Beberapa kali, Hakim MK Saldi Isra dan Arief Hidayat menyatakan bahwa memberikan semua surat suara kepada pemilih pindahan lintas dapil bertentangan dengan konsep keterwakilan dan tujuan dibentuknya dapil. Saldi mengkhawatirkan potensi terjadinya migrasi pemilih untuk memenangkan calon anggota legislatif tertentu di suatu daerah.

“Apakah sudah diperhitungkan betul kemungkinan adanya migrasi pemilih? Saya misalnya, tinggall di dapil 1 di Kota Padang. Kemudian, saya ingin memilih si B, yang kemudian dia diletakkan di dapil 2. Nah, dengan adanya toleransi mengurus pindah memilih sampai tiga hari itu, apa tidak memungkinkan terjadinya migrasi memilih? Kan sangat mudah orang untuk pindah,” tandas Saldi.

Arief Hidayat bahkan mengeluarkan pernyataan yang mempertanyakan kesadaran hak pemilih pindahan. Bisa jadi, kata Arief, pemilih pindahan sudah merelakan hak pilihnya untuk dibatasi oleh ketentuan di UU Pemilu.

“Apakah orang yang pindah itu, apakah dia secara sadar sudah merelakan hak memilihnya? Sehingga saya punya resiko. Lah kalau saya sudah pindah, kan berarti saya melepaskan yang lain-lain. Nah apakah konsekuensi itu yang harus kita pikirkan? Sehingga, waktu Pileg (Pemilihan Legislatif) dan Pilpres, orang memilih di tempatnya masing-masing. Kalau tidak, berarti dia sudah merelakan haknya untuk dibatasi oleh ketentuan,” ujar Arief Hidayat.

Putusan MK terhadap Pasal 348 ayat (4) akan dibacakan pada Kamis (28/3) pukul10 pagi. Pemohon Perkara No.19/2019 adalah dua mahasiswa yang menjadi pemilih pindahan di Kota Bogor, lokasi universitas dimana mereka berkuliah.

Arief Budiman menyampaikan bahwa total pemilih pindahan adalah sebanyak 796.401 pemilih. Lima provinsi tujuan memilih terbanyak yakni, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara.

“Memang lebih banyak masuk ke provinsi-provinsi besar. Data kami, biasanya orang yang pindah memilih itu menuju ke pusat-pusat orang cari kerja, sekolah, pusat perkebunan, pusat pertambangan. Makanya, data itu terkonfirmasi. Mereka banyak terkonsentrasi di Jawa Timur mungkin karena di Malang, Surabaya, DI Yogyakarta, dan Jakarta, banyak kampus. Di Kalimantan Timur, ada banyak perkebunan dan pertambangan,” terang Arief.