November 11, 2024

KPU Tak Ajukan Saksi Fakta di Sidang PHPU Pilpres 2019

Ketua Tim kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ali Nurdin mengatakan pihaknya tak mengajukan saksi fakta. Alasannya, keterangan para saksi fakta yang telah dihadirkan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Shalahuddin Uno justru menguntungkan KPU karena hanya memberikan keterangan dalam lingkup lokal dan tidak cukup membuktikan adanya kecurangan pemilu atau maipulasi suara oleh KPU.

“Saksi-saksi yang dihadirkan oleh pemohon, menguntungkan KPU. Terutama Said Didu, dia menyatakan kalau tidak ada produk hukum yang mendefinisikan pejabat anak perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Yang lainnya, saksi itu memberi keterangan bersifat lokal, tidak ada yang bisa menjelaskan terjadinya kecurangan oleh penyelenggara pemilu, apalagi yang berdampak pada perolehan hasil pemilu,” ungkap Nurdin sebelum sidang mendengarkan keterangan saksi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Gambir, Jakarta Pusat (20/6).

Adapun KPU mengajukan dua orang ahli, yakni ahli Informasi Teknologi (IT), Marsudi Wahyu Kusworo dan ahli hukum administrasi negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, W. Riawan Tjandra. Marsudi menjelaskan mengenai arsitektur Sistem Informasi Penghitungan (Situng), sementara Riawan menerangkan kedudukan anak perusahaan BUMN dan status dewan pengawas anak perusahaan BUMN.

Dalam sidang mendengarkan keterangan saski termohon atau KPU, Marsudi memberikan keterangannya di hadapan Majelis Hakim. Namun Riawan yang berhalangan hadir, hanya memberikan keterangan tertulis melalui kuasa hukum KPU kepada hakim.

Ketua Tim kuasa hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra tak mempermasalahkan langkah KPU yang tidak menghadirkan satu pun saksi fakta. Yusril mengatakan beban pembuktian memang ada pada pihak Prabowo-Sandi, bukan KPU. Ia juga menilai, saksi-saksi yang diharikan BPN gagal membuktikan dalil-dalil yang diajukan BPN di persidangan, sehingga tak diperlukan saksi fakta dari pihaknya dan KPU untuk menyanggah keterangan saksi.

“.Saksi-saksi itu tidak bisa membuktikan di persidangan. Kalau mereka saja gagal membuktikan, ngapain kami membawa saksi untuk menyanggah? Kami juga mempertimbangkan untuk hanya membawa ahli,” tukas Yusril.

Yusril mempertanyakan kredibilitas ahli IT yang dihadirkan BPN pada sidang mendengarkan keterangan saksi dan ahli pada Rabu (19/6). Pihaknya tak pernah mendengar nama Jaswar Koto sebagai ahli IT dan yang bersangkutan tak memahami bangunan Situng.

“Kami tidak pernah dengar ada ahli ini. Katanya tinggal di Jepang. Pas ditanya apa dia ngerti Situng KPU, dia gak ngerti. Dia bilang ahli IT saja,” ujar Yusril.

Yusril juga meragukan bahwa Jaswar telah melakukan audit forensik terhadap Situng KPU. Pasalnya, audit forensik hanya dapat dilakukan oleh lembaga yang memiliki sertifikat audit. Jaswar mengaku di dalam sidang tak memiliki sertitikasi.

“Kami tanya apa Bapak punya sertifikasi atau lembaga yang memungkinkan untuk melakukan audit dforensik, dia bilang saya tidak punya apa-apa. Jadi, pemilu yang dilakukan dengan begitu susah payah, hasilnya lalu mau diruntuhkan oleh bapak yang hanya mengutak-atik IT,” tandas Yusril.

Kuasa hukum BPN, Iwan Setiawan menyanggah pendapat Yusril bahwa Jaswar tak memiliki kapasitas untuk melakukan audit forensik terhadap sistem IT KPU. Menurutnya, masyarakat sipil dapat melakukan audit sebagai kontrol terhadap hasil audit oleh badan milik pemerintah.

“Boleh-boleh saja masyarakat sipil melakukan audit. Seperti kasus terorisme di Klaten kemarin, yang melakukan forensik bukan Kepolisian, tapi Rumah Sakit Muhammadiyah. Itu merupakan kontrol dari masyarakat sipil, untuk mengimbangi audit oleh pemerintah, karena pemerintah juga punya kepentingan,” ujar Iwan.