August 8, 2024

KPU Usulkan Pemilu Serentak 2024 Februari atau Maret

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyusun dua simulasi jadwal Pemilu Serentak 2024. Kedua model memakai simulasi tahapan lebih dari 20 bulan dengan pertimbangan kompleksitas pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.

Pada model pertama, hari pemungutan suara dijadwalkan pada 14 Februari 2024. Sementara model kedua, hari pemungutan suara jatuh pada 6 Maret 2024.

Ada beberapa faktor yang menentukan waktu hari pemungutan suara. Di antaranya yakni, kecukupan waktu bagi partai politik untuk melakukan persiapan pencalonan Pilkada Serentak Tahun 2024, proses administrasi, ketersediaan dan proses eksekusi anggaran, baik Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) untuk Pemilu maupun hibah APB Daerah (APBD) untuk Pilkada, kondisi alam yang akan mempengaruhi proses pelaksanaan tahapan, kondisi non alam seperti pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), dan hari libur keagamaan dan libur nasional.

“Apabila Pemilu diselenggarakan pada awal tahun, yang menjadi pertimbangan adalah pada bulan Januari dan Februari biasanya merupakan puncak musim hujan, yang diperkirakan akan berpengaruh pada pelaksanaan Pemilu, juga ada atau tidaknya hari libur keagamaan dan hari libur nasional yang berpengaruh pada mobilitas masyarakat dan akan berdampak salah satunya pada penggunaan hak pilih pada hari pemungutan suara,” kata Plt Ketua KPU RI, Ilham Saputra pada rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat (15/3).

Usulan Februari atau Maret tak banyak dipersoalkan oleh anggota Komisi II DPR RI. Namun, pada rapat tersebut belum ditetapkan jadwal hari pemungutan suara. Beberapa anggota Komisi II seperti Arif Wibowo dan Junimart Girsang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta KPU untuk melakukan simulasi secara lebih detil. Jadwal yang diambil diminta agar memberikan waktu yang cukup untuk proses sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Bagaimana memastikan waktu sengketa hasil pemilu di MK? Ini semua untuk menentukan apakah di bulan Februari, Maret, atau Januari? Karena yang paling pokok, yang gak bisa diutak-atik adalah Novembernya karena itu ada di Undang-Undang Pilkada, sudah disebut bulannya,” tandas Junimart.

Pada RDP juga muncul usulan-usulan dari anggota Komisi II. Anggota Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Hanan A. Rozak misalnya, mengusulkan agar panitia yang menghitung surat suara untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) berbeda dengan yang menghitung surat suara Pemilihan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tujuannya, agar proses penghitungan suara selesai pada pukul 4 sore.

“Saya usul yang menghitung untuk Pilpres beda, yang menghitung pemilihan DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan DP juga berbeda agar jam 4 sudah selesai,” ujar Hanan.

Sementara itu, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Teddy Setiadi mengutarakan bahwa PKS masih berharap ada revisi UU Pemilu agar berbagai persoalan mendasar yang terjadi pada Pemilu Serentak 2019 dan penguatan regulasi dapat dilakukan. Di tengah beban yang berat dan kompleksitas pemilu serentak, KPU tetap tak dapat bertindak melampaui UU Pemilu.

“Kami masih berharap revisi UU Pemilu dilakukan agar persoalan-persoalan yang mendasar, termasuk penguatan regulasi bisa kita maksimalisasi,” pungkas Teddy.