August 8, 2024

Lembaga Pemantau Pemilu Berharap Aturan Pemantauan Pemilu Lebih Baik

Kewenangan terkait lembaga pemantauan beralih dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Lembaga-lembaga pemantau menyampaikan harapan dan masukan kepada  Bawaslu.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, menyarankan agar Bawaslu menghilangkan persyaratan akreditasi pemantau yang dinilai menyulitkan pemantau, seperti keharusan melampirkan data relawan lengkap dengan foto dan tanda tangan.

“Hilangkan saja syarat-syarat yang memberatkan. Bawaslu juga harus memberitahu kepada publik bahwa kini persyaratan mendapatkan akreditasi tidak sulit lagi. Ini agar banyak pemantau yang mengawal pemilu,” kata Jeirry pada kajian “Identifikasi Prosedur Pemantauan Tahapan Pemilihan Umum 2019” di Gondangdia, Jakarta Pusat (27/9).

Masukan lain disampaikan oleh Caretaker Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Jojo Rohi. Menurutnya, Bawaslu harus memastikan akses bagi pemantau atas informasi yang dimiliki penyelenggara. Pengalaman KIPP, pihaknya tak dapat mengakses beberapa informasi yang sebenarnya bersifat terbuka, seperti informasi peserta lelang pengadaan logistik pemilu.

“Perlu  juga diantisipasi, Bawaslu sampai mengatur atau tidak informasi apa saja yang bisa diakses. Atau kita cukup memakai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik saja,” ujar Jojo.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, menilai bahwa Bawaslu perlu menertibkan lembaga pemantau. Lembaga pemantau yang terbukti tidak independen atau terafiliasi dengan peserta pemilu mesti diberikan sanksi.

“Bawaslu bisa masuk dalam hal ini, misalnya dengan mengeluarkan aturan etik tentang lembaga pemantau. Bawaslu bisa mengatur mekanisme agar lembaga pemantau bekerja sebagaimana mestinya,” tegas pria yang akrab disapa Cak Nanto.