November 6, 2024

MA Mesti Pertimbangkan Maraknya Kasus Korupsi Politik

Mahkamah Agung (MA) diharapkan memberikan kepastian hukum terhadap kisruh proses pencalonan anggota legislatif Pemilu 2019. Sesuai dengan Pasal 76 Undang-Undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum, MA ditunjuk sebagai lembaga hukum yang melerai ketidaksepahaman peserta pemilu atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih yang terdiri atas Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan beberapa pengajar studi Ilmu Hukum di perguruan tinggi mendorong agar MA tak hanya menggunakan konteks legal semata, yakni mengaitkan PKPU dengan UU Pemilu. MK mesti bersikap progresif dengan pula mempertimbangkan parahnya kasus korupsi yang dilakukan oleh para legislator sepanjang tahun 2014-2018 dan kebutuhan akan penyelenggara negara yang bersih.

“Kami berharap MA tidak hanya menggunakan konteks legal semata, tetapi melihat substansi demokrasi terkait dengan kebutuhan negara kita, yakni calon pejabat publik yang bersih dan berintegritas,” kata Koordinator Bidang Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, kepada rumahpemilu.org (10/9).

Donal mengatakan, dalam pembentukan UU, keinginan rakyat sering tak sejalan dengan keputusan pembuat UU. MA tercatat pernah mengeluarkan putusan yang progresif mengenai kasus korban kejahatan seksual, dimana MA tak menunggu pembahasan UU terkait selesai di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Ada semangat progresif dalam larangan ini yang perlu didukung oleh MA. MA pernah mengeluarkan putusan yang progresif, dan kami menantikan MA untuk kembali berani progresif,” tandas Donal.

MA diharapkan menyelesaikan uji materi PKPU No.20/2018 secara terbuka. MA perlu mendengarkan pendapat ahli dan para pihak terkait.чугунные сковороды с керамическим покрытиемудаленная работа для студентов без опыта