Maret 29, 2024
iden

Mahar Politik, Refleksi Buruknya Sistem Kaderisasi Partai

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, mengatakan bahwa maraknya kasus mahar politik merefleksikan buruknya sistem rekrutmen dan kaderisasi partai politik. Partai bermain instan dalam pencalonan kepala daerah, mengutamakan popularitas kandidat dan seringkali tidak memperhatikan track record dan visi-misi kandidat.

“Partai kebanyakan tidak memunculkan kadernya di dalam pencalonan. Sekarang yang penting punya uang, elektabilitas tinggi, dan menang. Kemungkinan, kader-kader yang kontinyu di partai  tidak akan diusung,” kata Nanto pada diskusi “Mahar Politik di Pilkada 2018” di media center Bawaslu RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (17/1).

Senada dengan Nanto, Direktur Indonesia Parliamentary Center (IPC), Ahmad Hanafi, berpendapat bahwa mahar politik disebabkan oleh ketiadaan kader partai berkualitas dan tinggi elektabilitas yang dapat diusung. Pencalonan kepala daerah menjadi kesempatan yang digunakan oleh figur-figur non partai.

“Partai belum punya sistem kaderisasi yang menghasilkan kader-kader yang bagus. Partai belum mampu memunculkan intelektual-intelektual politik yang dipercaya publik,” tandas Hanafi.

Hanafi menambahkan, fenomena yang terjadi, besaran uang yang dimintai partai kepada kandidat yang ingin maju di Pilkada bergantung pada popularitas dan elektabilitas yang bersangkutan. Semakin tinggi mahar menandakan bahwa popularitas, elektabilitas, dan kemampuan kandidat kurang.