November 15, 2024

Main-main Relawan Politik di Area Abu-abu

Relawan politik penyokong pemenangan kepala daerah leluasa bergerak di wilayah kelabu regulasi pemilu. Pembuat aturan didesak segera mengatasi kegagapan regulasi ini.

Kekosongan hukum dimanfaatkan betul oleh perkumpulan relawan politik penyokong pemenangan kepala daerah. Sekumpulan anak muda menginisiasi Teman Ahok untuk mendukung pencalonan kembali gubernur petahana DKI Jakarta. Gerakan ini kemudian diikuti oleh kelompok pemenangan lain: Kawan Adhyaksa, Pendukung Yusril, Sahabat Djarot, Sahabat Sandiaga Uno, dan Suka Haji Lulung.

Perkumpulan-perkumpulan relawan ini kemudian bergerak leluasa untuk mengumpulkan pendukung dalam rangka pemenangan kandidat. Ia memobilisasi massa. Sebagai konsekuensinya, ia juga tak bisa mengelak dari kebutuhan mengonsolidasikan ongkos politik—aktivitas mobilisasi finansial untuk keperluan logistik dari mulai pemasangan atribut, penyebaran alat peraga, hingga ongkos politik lain.

Relawan sebagai Super PAC yang malu-malu

Karena relawan melakukan aktivitas dukungan pada kandidat dan mobilisasi finansial, ia kemudian disebut serupa dengan Political Action Committee (PAC) maupun Super PAC di Amerika. Tapi di Indonesia, ia bergerak malu-malu.

“Teman Ahok dan relawan lain adalah PAC maupun Super PAC yang masih malu-malu dan berhati-hati menjalankan aktivitasnya,” kata Ericssen—pemerhati politik Amerika, politik Indonesia, dan politik Elektoral—saat dihubungi (21/6).

PAC dan Super PAC adalah komite politik yang bebas dibentuk siapapun, mulai dari pebisnis, serikat buruh, perusahaan lobi atau kandidat yang akan bertarung. Tujuan pembentukan PAC umumnya ada dua yaitu memenangkan kandidat yang didukung dan mendukung isu-isu politik tertentu. “Kalau di Indonesia, dapat dikategorikan sebagai tim sukses kampanye,” kata Ericssen.

Bedanya, PAC dapat menggalang dana maksimum 5000 dolar dari pihak manapun dan kemudian memberikannya kepada kandidat yang didukung, sementara tidak ada batasan terhadap Super PAC. PAC dapat memberi langsung ke rekening kandidat dan berkoordinasi langsung dengan tim kampanye untuk membahas strategi politik. Sebaliknya, Super PAC bersifat independen dan dilarang memberikan kontribusi langsung dalam bentuk apapun ke kandidat.

Di Amerika, PAC dan Super PAC yang sudah beraktivitas sebelum tahap kampanye resmi, memiliki regulasi yang jelas. Selain itu, peraturan penggalangan dana kampanye juga terbukukan dengan baik prosedurnya.

Transparansi dana

Ketiadaan regulasi di Indonesia telah membuat gerakan relawan di Indonesia jadi lahan mulus bagi para pemodal di industri politik yang kehabisan akal menyiasati desakan pengaturan transparansi dana kampanye yang menyasar partai politik. “Relawan bisa jadi arena baru tempat oligarki menginvestasikan modalnya dan menyamarkan kepentingan-kepentingannya,” kata Heroik M. Pratama, peneliti pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) saat ditemui di kantornya (24/6).

Kecurigaan pemodal ini kemudian seolah dikonfirmasi. Remangnya regulasi ini sudah mulai dimanfaatkan oleh pihak berkepentingan tadi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap menerbitkan surat perintah penyidikan terhadap dugaan adanya aliran dana dari pengembang proyek reklamasi Teluk Jakarta ke sebuah perkumpulan pendukung pemenangan petahana Gubernur DKI Jakarta.

Heroik menganggap keperluan pengaturan relawan sangat mendesak, terutama soal transparansi dana. Pengaturan ini tentu diperlukan untuk mencegah dana bermasalah. Penting agar tidak ada pihak-pihak yang menancapkan kepentingannya dengan memberi modal pada kelompok ini untuk mendapat keuntungan pribadi. “Relawan pemenangan kandidat yang bergerak jauh sebelum tahapan kampanye dimulai seperti ini mesti diatur dalam sebuah regulasi resmi terutama perihal penggalangan dana,” tegasnya.

Desain pengaturan

Pengaturan mesti beranjak dari demarkasi tegas: partisan atau non partisan. Jika suatu kelompok terlibat dalam upaya pemenangan kandidat, ia mesti ikut pada regulasi yang mengatur tim kampanye atau tim sukses.

Dalam konteks menjelang Pilkada 2017 ini, relawan telah bergerak layaknya tim pemenangan kandidat. Heroik bahkan menyebutnya sebagai partai politik ketiga—praktik yang memang lazim terjadi di negara-negara yang berdemokrasi. Organisasi ini bisa memengaruhi hasil pemilu, tapi dia bukan pelaku atau partai politik peserta pemilu.

“Ya mereka mengelola dana, mengusung kandidat, terhubung, terkoordinasi, terkomunikasi, terlembaga. Mereka sebenarnya sudah melakukan kerjakerja politik. Mereka adalah tim sukses,” kata Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem.

Karena sama dengan tim sukses, maka dia perlu diatur selayaknya pendanaan tim sukses dan tim kampanye. Indonesia Corruption Watch (ICW) merekomendasikan adanya pembatasan jumlah penerimaan sumbangan, pembatasan pendanaan dari sumber yang dilarang, serta sanksi dan mekanisme audit. “Disesuaikan dengan pengaturan dana kampanye yang saat ini berlaku,” kata Donal Fariz, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, saat konferensi persnya di Kalibata, Jakarta Selatan (24/6).

Ia mendesak kewajiban bakal calon kandidat pemilu untuk mendata tim-tim pendukung. Kelompok relawan harus teregistrasi sebagai bagian dari pendukung kandidat. Kelompok relawan membuat laporan keuangan yang mencatat penerimaan dan pengeluaran sejak kelompok relawan itu dibentuk dan melakukan aktivitas keuangan. Laporan keuangan itu kemudian diserahkan kepada bakal calon kandidat sebagai salah satu dokumen syarat pendaftaran menjadi calon peserta pemilu.

“Bakal calon kandidat pemilu menyerahkan laporan keuangan yang telah tergabung ke KPU saat mendaftarkan diri sebagai calon peserta pemilu untuk diaudit oleh Kantor Akuntan Publik,” tandas Donal.

Tak hanya itu, kelompok relawan yang saat ini aktif melakukan aksi dukungan dan menggalang dana publik juga harusnya berinisiatif membuka laporan keuangan itu kepada publik. Jika tak membuka arus keuangannya, ia sama saja seperti partai yang tak berani transparan karena di belakangnya bersembunyi oligarki.

MAHARDDHIKA